Kamis, 11 November 2010

MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN

MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN



Perbedaan tafsir antara pihak naturalis-positivis dengan pihak simbolis-strukturalis memunculkan gagasan: bagaimana kalau Sitor sendiri diminta menjelaskan maksud puisinya tersebut. Maka diundanglah Sitor untuk menjelaskan proses penciptaan puisi itu. Sitor pun kemudian bercerita; suatu malam ia berjalan kaki hendak menuju rumah Pramoedya Ananta Toer, dan ternyata ia tersesat. Di saat tersesat itu, ia melihat sebuah tembok putih. Ia penasaran; apa yang ada di balik tembok itu. Maka, Sitor pun lantas naik di atas batu di dekat tembok, dan melongok: “… Oo… kuburan.” Kemudian ia turun dan melanjutkan jalan kakinya mencari rumah Pram. Rupanya pengalaman menemukan tembok putih, melongok, dan melihat kuburan tersebut sangat membekas dalam diri Sitor, dan tidak dapat segera dilupakan. Ia kemudian mengekspresikan pengalaman itu dalam puisi sebarisnya yang telah menghebohkan banyak orang itu. Tidak dijelaskan, apakah peristiwa itu dialaminya pada malam lebaran atau malam-malam yang lain, tidak pula dijelaskan apakah malam itu dia melihat bulan.

Kisah perdebatan seputar puisi Sitor di atas, yang diceritakan kembali berdasarkan buku Proses Kreatif susunan Pamusuk Eneste, merupakan ilustrasi yang baik mengenai perbedaan antara realitas, pengalaman, dan ekspresi. Perbedaan antara ketiga hal itu telah menarik perhatian para antropolog dan dituangkan, antara lain, dalam buku Anthropology of Experience yang diedit oleh Victor W. Turner dan Edward M. Bruner (1986). Mengawali kumpulan karangan yang terkumpul di buku itu, Bruner menegaskan adanya jarak antara (1) realitas (yang senyatanya ada di luar sana, apapun itu – status ontologis sesuatu), (2) pengalaman (bagaimana realitas tersebut menghampiri kesadaran manusia – atau lebih tepatnya, bagaimana kita menautkan diri dan menginternalisasi realitas), dan (3) ekspresi (bagaimana pengalaman seseorang dibingkai dan diartikulasikan). Ketiga hal itu tidak identik satu sama lain.

Realitas bersifat umum, general (walaupun barangkali tidak selalu universal), dalam arti kenyataan yang sama dapat dialami oleh banyak orang. Banyak orang dapat mengalami kejadian tersesat di waktu malam di daerah yang sama dan menjumpai kuburan yang sama (bahkan pada waktu yang sama). Namun, realitas yang sama itu selalu dialami orang per orang, masing-masing dengan disposisi mental serta ketubuhannya sendiri. Dengan lain kata: pengalaman itu selalu bersifat individual, subyektif. Disposisi mental (alam pikir, rasa, emosi yang ada dalam diri) dan ketubuhan (kondisi fisik dan posisinya dalam lingkungan fisik) Sitor pribadi lah yang telah mengarahkan kejadian tersesat tadi kepada sebuah pengalaman yang unik dan membekas. Kalau kejadian itu saya atau Anda alami, barangkali tidak akan teralami seperti itu. Artinya, realitas yang sama, umum, general, ketika dialami seseorang akan ‘disaring’ lewat disposisi mental dan fisiknya menjadi pengalaman diri. Maka, terciptalah jarak atau perbedaan antara realitas dan pengalaman, pengalaman tidak lagi identik dengan realitas.

Lebih lanjut dikatakan Bruner bahwa hubungan antara realita, pengalaman, dan ekspresinya bersifat dialogis dan dialektis. Ketika pengalaman sesorang diekspresikan, artinya dituangkan dalam bentuk atau tingkahlaku ter-indra (terdengar, terlihat, tercecap, terasa, terbaui), maka hasil interpretasi subyektif atas realita tadi terlahir atau hadir dalam realita. Sementara itu, ekspresi terstruktur oleh pengalaman (kita hanya dapat mengekspresikan yang teralami), sedangkan pengalaman juga tersktruktur oleh ekspresi (orang Jawa mengalami kehormatan melalui ekspresi kebahasaan krama, atau pengalaman keruangan terstruktur oleh ekspresi artistik dan teknis sang arsitek).

Dari sini kita dapat beralih pada persoalan media ekspresi. Sebagai sebuah aktivitas pengejawantahan, pewujudan, materialisasi, penubuhan (embodiment), ekspresi senantiasa membutuhkan media. Secara teoretik dapat dikatakan segala sesuatu yang indrawi berpeluang untuk dijadikan media ekspresi. Namun dalam praktiknya, peluang tersebut sedikit banyak terbatasi. Salah satu pembatasnya adalah pengalaman itu sendiri. Sekedar sebagai sebuah contoh sederhana, mari kita perhatikan ekspresi kebahasaan untuk rasa panas. Dalam bahasa Indonesia, rasa panas antara lain diekspresikan lewat kata ‘merah,’ misalnya dalam frasa ‘merah membara.’ Rasa ‘panas’ dan warna ‘merah’ merupakan gejala yang dialami manusia, dan hubungan di antara keduanya dijembatani oleh pengalaman manusia atas kedua gejala tersebut: bara atau api yang terasa panas sekaligus memancarkan sinar berwarna merah. Panasnya bara api tidak dialami bersama dengan terindranya warna hijau, misalnya. Di sini kita dapati contoh bagaimana pengalaman tersebut men-struktur ekspresi kebahasaan untuk pengertian panas.

Namun, sebenarnya perkembangan teknologi ‘perkomporan’ menghadirkan realita lain: sinar biru yang terpancar dari kompor gas ternyata menandakan suhu api yang lebih tinggi daripada sinar berwarna merah. Dengan demikian, sebenarnya terdapat peluang untuk mengekspresikan ‘panas’ lewat kata ‘biru.’ Hanya saja, peluang semacam itu baru terbuka ketika kita telah mengalaminya. Sebelum hadirnya teknologi kompor gas orang tidak pernah membayangkan (artinya: memiliki pengalaman mental) bahwa warna biru dapat dihasilkan oleh benda panas. Pengalaman selalu bersifat historis (menyejarah), ia berada dalam kurun waktu material dan teknologi manusia tertentu.

Bahkan, ketika teknologi kompor gas sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan kita sehari-hari, frasa ‘panas membiru’ belum lagi lazim diungkapkan. Di sini terlihat bagaimana pengalaman kebahasaan turut men-struktur ekspresi, yaitu dalam bentuk konvensi (kesepakatan) atau kelaziman bahasa. Lewat kesepakatan dan kelaziman seperti itu ekspresi kebahasaan menjadi lebih mudah dan lebih tepat dimengerti; meskipun pada dasarnya pengalaman selalu bersifat personal (hanya dapat dimengerti sepenuhnya oleh pemilik pengalaman) dan dalam komunikasi kita selalu menafsir ekspresi [kebahasaan, ketubuhan, materi] komunikator. Singkat kata, pengalaman [kebahasaan] yang sudah ada turut membingkai dan membatasi tindakan ekspresi manusia.

Selain oleh pengalaman (lebih tepatnya pengalaman kolektif yang terkonvensi), ekspresi juga dibatasi oleh sifat dan kondisi material media ekspresinya. Kembali ke contoh ekspresi rasa panas, hal itu dapat diekspresikan lewat media bahasa tulis, bahasa lisan, angka, grafis, warna, gerak tubuh, dan entah apa lagi. Setiap media ekspresi memiliki sifatnya masing-masing, dan pada gilirannya sifat-sifat itu ikut menentukan seberapa jauh/banyak/luas materi tersebut mampu mengekspresikan rasa panas. Misalnya, bahasa tulis cenderung beroperasi di wilayah kognitif (alam pikir). Tulisan ‘panas’ merangsang pengertian kita mengenai suhu, seperti halnya angka penunjuk suhu pada termometer. Namun, bahasa tulis pada umunya cenderung kurang berdaya untuk mengolah perasaan (afeksi) pembacanya. Untuk dapat mengelola rasa lebih baik, maka barangkali perlu diurus perihal grafis, misalnya: panas panas panas panas panas panas
atau bahkan …. ……
Pada saat kita mempertimbangkan media ekspresi, maka sebenarnya kita berurusan dengan persoalan representasi. Ekspresi adalah representasi, dan representasi atas realita tidak sama dengan realita itu sendiri. Ekspresi menghadirkan realita ‘kedua,’ ‘ketiga,’ dan seterusnya yang sama nyatanya seperti halnya realita ‘pertama.’

Ilmu Pengetahuan

Hubungan antara realitas, pengalaman, dan ekspresinya seperti disebutkan di atas juga berlaku dalam dunia keilmuan, atau lebih tepatnya dunia ilmu pengetahuan. Realitas merupakan titik berangkat dari semua ilmu pengetahuan, baik itu realitas empirik maupun realitas non-empirik. Bagi ilmu pengetahuan tertentu, realitas juga merupakan titik akhir – hal yang ingin dituju atau dihasilkan, diciptakan oleh ilmu pengetahuan. Namun demikian, bagaimana realitas itu dialami (experienced) oleh [pelaku] ilmu pengetahuan jelas berbeda dengan yang dialami oleh (misalnya) seorang penyair. Jadi, dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan salah satu cara mengalami realitas – sehingga dalam pengertian ini dapat kira rujuk kembali petuah leluhur Jawa yang mengatakan bahwa “ngelmu iku jalaran lan kanthi laku.” Tentu saja, ngelmu tidak sama dengan ilmu pengetahuan. Namun wejangan tersebut menegaskan peran ngelmu dan ilmu pengetahuan sebagai cara memandang menempatkan diri, dan mengelola realita.

Bahkan, dalam dunia ilmu pengetahuan (sebenarnya seperti juga dalam dunia ngelmu) tidak terdapat ketunggalan cara mengalami realita, dan perbedaan cara mengalami tersebut pada gilirannya menghasilkan beragam jenis ‘tahu’ yang diekspresikan masing-masing disiplin ilmu pengetahuan. Di atas telah disebutkan bahwa pengalaman merupakan hal yang subyektif. Pada lingkup ilmu pengetahuan, subyektivitas pengalaman tidak tampil dalam bentuk subyektivitas orang per orang, melainkan sebagai subyektivitas disiplin keilmuan, atau subyektivitas paradigmatik. Realitas tubuh manusia dialami oleh ilmu kedokteran sebagai sebuah sistem biologi, sementara tubuh yang sama dialami oleh ilmu sosial sebagai tubuh perempuan dan laki-laki (misalnya). Ilmu kedokteran dan ilmu sosial menegakkan ‘penge-tahu-an’ mereka masing-masing berdasarkan cara memandang, menempatkan diri, dan mengelola realita yang sama, yaitu tubuh manusia.

Sebuah implikasi penting dari penjelasan semacam itu adalah dengan demikian ‘ke-tahu-an’ yang diperoleh melalui masing-masing cara mengalami itu tidak akan pernah menghasilkan ‘ke-tahu-an’ yang total, menyeluruh. Kebenaran setiap bidang ilmu pengetahuan selalu merupakan kebenaran parsial, sebagian saja: yang batas-batasnya ditentukan oleh cara yang ditempuh untuk mengalaminya. Atau, dipahami dari sisi sebaliknya: kebenaran realita terlalu luas untuk dapat dialami dan dimengerti (diketahui) oleh masing-masing ilmu pengetahuan. Itulah pengertian pertama dari pernyataan bahwa ilmu pengetahuan tidak akan pernah obyektif, tidak akan pernah netral – yaitu karena berlakunya subyektivitas yang dibangun berdasarkan asumsi perspektif dan metodologis. Pengetahuan niscaya tentang sesuatu, tidak pernah tentang segalanya.

Ilmu pengetahuan (alam, sosial, budaya) dan akal-sehat (common-sense) dalam hidup sehari-hari tumbuh dari akar yang sama, yaitu keingin-tahuan manusia. Namun pertumbuhan keduanya berbeda. Perbedaan tersebut bisa dipahami sebagai berikut: Pertama, akal-sehat berorientasi pada pemecahan problem nyata sehari-hari yang praktis, sementara ilmu pengetahuan bertujuan pada penemuan penjelasan tentang tata dan keteraturan gejala-gejala yang dijumpai manusia. Akal-sehat cenderung mencari jawaban-jawaban atas satu per satu persoalan yang dihadapi; dan persoalan keseharian serta pemecahannya kebanyakan bersifat terbatas pada hal ini, di sini, saat ini. Oleh karenanya pengetahuan yang dihasilkan melalui akal sehat mempunyai keterbatasan penerapan pada situasi dan kondisi yang serupa. Akal sehat cenderung kontekstual. Berbeda darinya, ilmu pengetahuan mengarah pada penjelasan-penjelasan yang bersifat general (umum) tentang kelompok atau jenis gejala tertentu. Itu sebabnya ilmu-pengetahuan mengembangkan teori, konsep, rumus; yang tidak sekedar mengacu pada hal-hal yang khusus saja, melainkan berupaya menemukan penjelasan bagi hal-hal sejenis yang muncul di waktu dan dalam ruang yang berbeda. Dengan kata lain ilmu pengetahuan berupaya mencapai suatu pengetahuan yang bersifat universal. Karena sifatnya yang universal itu, salah satu ciri yang membedakan ilmu dari akal-sehat adalah lebih tingginya tingkat abstraksi pada ilmu.

Pebedaan berikutnya terletak pada cara kerja kedua jenis pengetahuan tersebut. Cara kerja akal-sehat dalam kehidupan sehari-hari menyandarkan diri pada kebiasaan, intuisi, pengalaman dan pendapat umum yang kebenarannya seringkali tidak dipertanyakan secara tuntas. Manfaat praktis yang dapat segera dirasakan merupakan pedoman utama bagi akal-sehat. Berbeda darinya, ilmu pengetahuan bekerja berdasarkan dan dibangun dari keraguan yang dipertahankan selama mungkin pada setiap jenjang ‘tahu.’ Cepat puas terhadap jawaban yang diperoleh bukan merupakan sikap yang tepat bagi ilmu pengetahuan. Sebaliknya, sikap kritis terhadap temuan-temuan ilmiah merupakan hal yang terpuji. Salah satu bentuk keraguan yang harus selalu dimunculkan adalah apakah kebenaran yang diklaim oleh ilmu pengetahuan terbukti secara universal. Bentuk keraguan yang lain, misalnya dapat muncul berupa pertanyaan “Kapan pernyatan bahwa bumi itu bulat bisa dianggap sebagai kebenaran?” Bila memang bulat, lalu mengapa ada dataran dan kelandaian, lembah yang curam? Salah satu kesimpulan yang dapat ditarik dari contoh keraguan tersebut adalah kehadiran sudut pandang (perspektif) yang selalu terkandung dan melekat pada kebenaran ilmiah. Kebenaran ilmiah dianggap benar sebatas diikuti cara pandang atau perspektifnya. Dengan demikian prosedur kerja ilmiah, yakni proses dan cara yang ditempuh untuk mencapai ‘tahu,’ merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dalam ilmu. Secara garis besar, proses tersebut mengutamakan cara berpikir yang sistematis dan logis. Ilmu pengetahuan bersifat sistematis dalam arti bahwa proses dan cara yang ditempuh dalam ilmu harus dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur penyusun atau faktor-faktor penyebab sesuatu hal yang ingin diketahui serta hubungan logis antar unsur-unsur tersebut ke dalam sebuah sistem. Ilmu juga sistematis dalam pengertian bahwa kebenaran yang dicapai sebuah ilmu merupakan hasil dari cara kerja tertentu yang berlaku dalam ilmu tersebut, dan mungkin saja status kebenarannya tidak sederajat bila dipelajari secara ilmu lain. Itu sebabnya, ilmu sering pula diberi kata awalan ‘disiplin’ karena ia mensyaratkan keketatan prosedural tertentu.

Perbedaan ketiga terletak pada perbedaan antara rentang usia ‘kehidupan’ ilmu pengetahuan dan akal-sehat. Karena ilmu pengetahuan mengambil sikap kritis terhadap pengetahuan yang dihasilkannya, akibatnya rentang hidup ilmu cenderung lebih pendek daripada akal-sehat. Kebenaran demi kebenaran datang dan pergi silih berganti seiring dengan munculnya teori baru. Melalui prosedur tersebut ilmu pengetahuan menjadi sistem yang dinamis; ada temuan baru yang memperkaya khasanah ilmu, terjadi perluasan bidang kajian, tapi ada pula bagian-bagian ilmu pengetahuan yang berangsur-angsur ditinggalkan, menjadi usang, dan akhirnya tak lagi diingat apalagi dipakai. Itulah garis besar siklus hidup ilmu pada umumnya. Kecepatan perubahan dan rentang usia kebenaran seperti itu tentunya berbeda dari akal-sehat yang cenderung lebih lamban siklus hidupnya.

Bagaimana dengan siklus hidup ilmu-ilmu sosial-budaya? Sosiologi, sejarah, ilmu bahasa, antropologi, ekonomi dan geografi sosial juga tidak terlepas dari siklus semacam itu. Bahkan bisa dikatakan ilmu-ilmu sosial-budaya lebih dinamis daripada ilmu-ilmu alam (science), karena obyek studinya adalah perilaku dan mental manusia di segala penjuru dunia dari waktu ke waktu. Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat tentunya membawa implikasi pada kebenaran yang diklaim oleh ilmu pengetahuan sosial-budaya. Sebagai contoh, perkembangan teknologi komunikasi saat ini telah mengantar warga dunia pada era komunikasi global via internet, dengan email, voicemail, dan entah apa lagi. Perkembangan ini tentunya membawa akibat pada terjadinya perubahan perilaku komunikasi manusia. Misalnya, kita tidak lagi harus bertanya untuk mendapatkan informasi. Dilandasi slogan demokratisasi informasi, sekarang hanya dengan memiliki alamat email atau menjadi anggota mail-list tertentu, maka kita akan kebanjiran informasi – termasuk informasi-informasi yang tidak diinginkan. Artinya, bertanya (yang ternyata mempunyai fungsi kontrol terhadap informasi yang bakal diterima) menjadi kurang signifikan dalam komunikasi via internet. Memasuki dunia informasi internet bagaikan masuk ke dalam sebuah pasar atau mall raksasa yang riuh dengan teriakan, jawilan, rayuan penjaja – termasuk rayuan gombal dan kebohongan. Bila dalam perilaku bertanya secara konvensional kita masih bisa mengontrol pada siapa kita akan mencari informasi, dalam dunia internet para pemberi informasi tanpa wajah dengan leluasa beramai-ramai menyerbu kita. Demikianlah, perkembangan teknologi menuntun terjadinya perubahan sikap dan perilaku komunikasi manusia.

Bercermin dari contoh perkembangan teknologi informasi di atas, kita melihat hubungan dialektis antara dunia sehari-hari yang dihadapi dengan akal sehat dan dunia ilmu sebagai sebuah disiplin. Perubahan yang dibawa masuk ke dalam dunia sehari-hari oleh perkembangan ilmu pada gilirannya akan memberi pengaruh pada dunia ilmu itu sendiri. Hubungan dialektis semacam itu juga berlaku bagi ilmu-ilmu sosial-budaya. Perkenalan suatu masyarakat dengan agama dunia, yang juga memiliki bentuk kebenaran yang lain dari kebenaran akal-sehat maupun kebenaran ilmu pengetahuan, pada gilirannya menelorkan perubahan-perubahan dalam ilmu sosial-budaya. Demikian pula ketika paham evolusi yang bermula dari evolusi biologis diterapkan pada evolusi sosial-budaya, dunia keseharian dengan akal-sehatnya pun mengalami kegoncangan dan memerlukan penyesuaian.

Salah satu butir penting yang bisa disimpulkan dari paparan di atas adalah bahwa ‘nyawa’ dari kegiatan ilmiah tidak lain berupa pertanyaan yang perlu senantiasa dipupuk-kembangan serta dicarikan jawabnya melalui prosedur-prosedur keilmuan tertentu. ‘Tahu’ dalam arti hafal hanya menghasilkan hal-hal yang nantinya akan dilupakan, ‘tahu’ dalam arti dapat mengoperasikan hanya akan menghasilkan tukang-tukang ilmu pengetahuan; sementara, lebih dari kedua bentuk ‘tahu’ tersebut, ‘tahu’ dalam arti menguasai memerlukan pemahaman dan penguasaan mengenai prinsip-prinsip kerja keilmuan. Hanya dalam bentuk ‘tahu’ yang terakhir itulah kita dapat berperan-serta secara aktif dalam dunia ilmu.

Cultural Studies

Bidang ilmu pengetahuan yang relatif baru ini dengan sengaja mengambil kata majemuk sebagai penamaan diri, yakni studies (kajian-kajian), bukannya study (kajian). Penamaan ini dengan sendirinya menyiratkan sikap dan positioning para penggagas cultural studies terhadap kondisi ilmu pengetahuan di era modern yang terkotak-kotak, saling mengklaim kebenaran, meskipun lambat laun dimengerti juga bahwa kebenaran yang dihasilkan disiplin ilmu pengetahuan bersifat parsial. Kondisi semacam itu dijawab oleh cultural studies dengan menempuh strategi inter dan multidisipliner. Cultural studies memasukkan kontribusi teori maupun metode dari berbagai disiplin ilmu yang dipandang strategis untuk mengedepankan realita kehidupan umat manusia maupun representasinya yang dipandang krusial dalam kehidupan mutakhir.

Karena cultural studies merupakan bidang keilmuan yang multi, maka wilayah kajian, pendekatan, teori dan konsep, maupun pendekatan metodologisnya pun sangat bervariasi; sehingga tidak mungkin dibahas selengkap-lengkapnya dalam makalah ini. Berikut hanya akan dibahas beberapa hal yang saya pandang berkaitan dengan sejarah sosial (untuk bahasan selebihnya, silakan baca buku Chris Barker).

Salah satu ciri terpenting cultural studies adalah pemahamannya terhadap dunia sehari-hari sebagai bagian dari budaya yang perlu dicermati. Hal-hal yang biasa dilakukan, dirasakan, diomongkan, didengar, dilihat, digunjingkan, dalam kehidupan sehari-hari oleh orang kebanyakan merupakan wilayah amatan cultural studies. Budaya bukanlah yang adiluhung saja. Pemahaman serupa ini sebenarnya tidak jauh berbeda dari pemahaman antropologis atas budaya sebagai keseluruhan cara hidup (way of life) sekelompok masyarakat. Salah satu pondasi terpenting bagi pendekatan yang memandang budaya sebagai kegiatan sehari-hari adalah pemahaman tentang konstruksi sosial atas realita (the social construction of reality). Dalam perspektif ini realitas dipahami dan diabaikan, diperbincangkan dan dilupakan, dihidupi atau dimatikan, dikelola atau dirusak, dimanfaatkan atau dihindari, berdasarkan sistem konstruksi yang beredar di kalangan warga masyarakat. ‘Tugas’ cultural studies adalah membongkar dan memaparkan unsur-unsur penyusun konstruk tersebut dan cara kerjanya, agar manusia sebagai subyek dapat melibatkan diri secara aktif dalam dunia konstruksi.

Dalam era teknologi informasi dewasa ini perhatian cultural studies terhadap masalah konstruksi sosial atas realita telah mengarahkan perhatian mereka pada media komunikasi massa, khususnya televisi – namun, sebenarnya juga pada film, internet, handphone, radio, koran, majalah, poster, kotbah/pidato, gosip, dan sebagainya. Persoalan yang diajukan adalah perihal kaitan antara representasi dan media yang digunakan.

Di samping itu, perspektif atau cara pandang cultural studies juga ditandai dengan adanya kesadaran tentang kehadiran relasi kuasa (power relations) tak berimbang di antara para pelaku budaya, yang terwujud melalui kuasa ekonomis, politis, ideologis, keagamaan, pendidikan, magis; di samping jasmaniah. Perhatian cultural studies terutama diberikan pada kelompok atau individu pelaku budaya yang terpinggirkan (marginalized), yang suaranya tidak didengarkan, yang kehadirannya diabaikan. Berkaitan dengannya, beberapa konsep terpenting dalam pendekatan konstruksi sosial atas realita adalah hegemoni dan identitas. Selanjutnya pemihakan pada yang terpinggirkan membawa cultural studies pada pemikiran, strategi dan praktik resistensi.

Dalam hal metodologi, cultural studies secara garis besar ditandai dengan gabungan antara metode dekonstruktif (mengurai unsur-unsur pembentuk struktur) dengan analisis teksutal (membedah struktur teks/bentuk ekspresi), metode etnografi (penggambaran rinci berdasarkan kacamata pemilik budaya), analisa respesi (komunikasi dipahami sebagai peristiwa interaktif antara sender dan reseptor yang dijembatani oleh media tertentu dalam konteks tertentu), dan meletakkan teori pada tingkatan praxis (‘teori’ yang dipraktikkan – theory of practice).

Dari Persamaan/Perbedaan ke Penyamaan/Pembedaan

Di antara ilmu-ilmu kemanusiaan lain, antropologi mempunyai posisi khusus dalam perbincangan seputar keragaman budaya. Kekhususan posisi yang dimaksud adalah bahwa antropologi merupakan ilmu yang sejak awal pertumbuhannya di akhir abad 19 hingga awal abad 21 ini menempatkan perbedaan dan keragaman budaya manusia sebagai fokus kajiannya. Dalam rentang waktu lebih dari dua abad antropologi berusaha mencerna others (orang lain), yang di awal abad 20 dipahami secara sederhana sebagai orang non-Eropa-Amerika atau lebih tepatnya orang-orang kulit berwarna (merah, kuning, coklat, hitam), beserta cara hidup mereka yang berbeda dari cara hidup orang kulit putih. Bukti-bukti keberadaan orang-orang kulit berwarna dan cara kehidupan mereka dikumpulkan dari keempat penjuru dunia, dikelompokkan, untuk akhirnya dimaknai. Seiring dengannya dikembangkan pula metode-metode keilmuan yang dipandang tepat untuk mencerna others dan difference, dan pemikiran tentang perbedaan cara hidup mereka pun dirumuskan dalam bentuk teori-teori (dari teori evolusi, difusi, fungsional, fungsional-struktural, struktural (Perancis), hingga teori-teori interpretatif dan pos-struktural).

Namun perhatian antropologi pada others, difference, atau keragaman budaya tidak serta merta ilmu ini membawa pada pemahaman tentang multikultural sejak dari awal. Pemahaman tentang multikultural berjalan seiring dengan gerak persebaran manusia di permukaan bumi yang menunjukkan gejala peningkatan sejak jaman kolonialisme, dan terus meluas saat bangsa-bangsa di daerah jajahan meraih kemerdekaan, hingga kini – saat jaring-jaring ekonomi, komunikasi dan transportasi melintasi dunia dan mempermudah orang berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Tidak seperti pada masa sebelumnya, yaitu saat others dan difference berciri spasial – yakni dijumpai di luar wilayah sendiri; saat ini others dan difference ada di dalam wilayah spasial sendiri, di halaman depan rumah kita.

Dalam situasi sekarang ini, yang oleh seorang antropolog Amerika berdarah India disebut global ethnoscape, budaya-budaya memang tetap memuat perbedaan; namun perbedaan tidak lagi bersifat taksonomis, melainkan interaktif (Appadurai, 1991). Perbedaan lebih dilihat sebagai hasil tindakan interaktif membedakan daripada sebagai sebuah esensi. Dengan kata lain, perbedaan (seperti halnya kesamaan) lebih dipahami ibarat sebuah titik pada seutas tali yang dapat digeser ke kanan atau ke kiri. Demikianlah terjadi perubahan cara pandang dalam antropologi, misalnya, dari pemahaman suatu kelompok budaya sebagai ethnic (etnik, suku-bangsa) menjadi ethnicity (etnisitas, kesuku-bangsaan); dari Batak menjadi ke-Batak-an. Namun perlu ditambahkan, bahwa pada perspektif konstruktif ini perlu ditambahkan catatan bahwa ‘penggeseran’ titik pembatas kesamaan atau perbedaan hanya dapat dilakukan sepanjang utas tali tempat titik itu berada. Lebih jelasnya: pembedaan dan penyamaan dua atau lebih entitas hanya dapat dilakukan di atas landasan substansi yang nyata-nyata ada pada entitas-entitas tersebut. Implikasi lebih lanjut dari perspektif konstruktif seperti di atas berupa pemahaman tentang dimensi power relation (relasi kuasa) dalam tindak pembedaan/penyamaan (Eriksen, 1993). Dengan demikian, sifat multikultur atau keragaman pun – sebagai akibat dari tindak pembedaan dan penyamaan – berdimensi kuasa.

Perubahan tata pergaulan masyarakat dunia dan perkembangan pemikiran antropologis mengenai perbedaan/persamaan dan keragaman seperti digambarkan singkat di atas membawa problematika pada bidang etik ilmu ini. Permasalahan etik yang terimbas adalah persoalan relativitas budaya dan etnosentrisme. Etnosentrisme, suatu cara penilaian others berdasarkan sistem nilai sendiri, pada umumnya dipandang sebagai salah satu ‘dosa besar’ yang harus dijauhi antropolog. Kritik tajam yang dilancarkan para antropolog pada pendiri ilmu ini antara lain berupa tuduhan sikap etnosentris para pencetus teori evolusi waktu itu. Dalam pandangan mereka, budaya seharusnya dinilai dengan menggunakan ukuran yang dipakai pemilik budaya itu sendiri, bukan hanya dalam persoalan penilaian moralitas, tetapi juga dalam cara pemahamannya. Sebagai tandingan atas etnosentrisme, dilancarkan pandangan relativitas (kenisbian) budaya.
http://belajarsejarahsosial.blogspot.com/

MANUSIA SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU DAN MAHLUK SOSIAL

MANUSIA SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU DAN MAHLUK SOSIAL
Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.
Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita, anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua.
Selain itu masih banyak penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik (warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-agama (penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai XYZ), hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga tiri, keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya.


Penggolongan Manusia Berdasarkan Biologi

Ciri Fisik
Dalam biologi, manusia biasanya dipelajari sebagai salah satu dari berbagai spesies di muka Bumi. Pembelajaran biologi manusia kadang juga diperluas ke aspek psikologis serta ragawinya, tetapi biasanya tidak ke kerohanian atau keagamaan. Secara biologi, manusia diartikan sebagai hominid dari spesies Homo sapiens. Satu-satunya subspesies yang tersisa dari Homo Sapiens ini adalah Homo sapiens sapiens. Mereka biasanya dianggap sebagai satu-satunya spesies yang dapat bertahan hidup dalam genus Homo. Manusia menggunakan daya penggerak bipedalnya (dua kaki) yang sempurna. Dengan ada nya kedua kaki untuk menggerakan badan, kedua tungkai depan dapat digunakan untuk memanipulasi obyek menggunakan jari jempol (ibu jari).
Rata-rata tinggi badan perempuan dewasa Amerika adalah 162 cm (64 inci) dan rata-rata berat 62 kg (137 pound). Pria umumnya lebih besar: 175 cm (69 inci) dan 78 kilogram (172 pound). Tentu saja angka tersebut hanya rata rata, bentuk fisik manusia sangat bervariasi, tergantung pada faktor tempat dan sejarah. Meskipun ukuran tubuh umumnya dipengaruhi faktor keturunan, faktor lingkungan dan kebudayaan juga dapat mempengaruhinya, seperti gizi makanan.
Anak manusia lahir setelah sembilan bulan dalam masa kandungan, dengan berat pada umumnya 3-4 kilogram (6-9 pound) dan 50-60 centimeter (20-24 inci) tingginya. Tak berdaya saat kelahiran, mereka terus bertumbuh selama beberapa tahun, umumnya mencapai kematangan seksual pada sekitar umur 12-15 tahun. Anak laki-laki masih akan terus tumbuh selama beberapa tahun setelah ini, biasanya pertumbuhan tersebut akan berhenti pada umur sekitar 18 tahun.
Warna kulit manusia bervariasi dari hampir hitam hingga putih kemerahan. Secara umum, orang dengan nenek moyang yang berasal dari daerah yang terik mempunyai kulit lebih hitam dibandingkan dengan orang yang bernenek-moyang dari daerah yang hanya mendapat sedikit sinar matahari. (Namun, hal ini tentu saja bukan patokan mutlak, ada orang yang mempunyai nenek moyang yang berasal dari daerah terik dan kurang terik; dan orang-orang tersebut dapat memiliki warna kulit berbeda dalam lingkup spektrumnya.) Rata-rata, wanita memiliki kulit yang sedikit lebih terang daripada pria.
Perkiraan panjang umur manusia pada kelahiran mendekati 80 tahun di negara-negara makmur, hal ini bisa tercapai berkat bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jumlah orang yang berumur seratus tahun ke atas di dunia diperkirakan berjumlah [1] sekitar 50,000 pada tahun 2003. Rentang hidup maksimal manusia diperhitungkan sekitar 120 tahun.
Sementara banyak spesies lain yang punah, Manusia dapat tetap eksis dan berkembang sampai sekarang. Keberhasilan mereka disebabkan oleh daya intelektualnya yang tinggi, tetapi mereka juga mempunyai kekurangan fisik. Manusia cenderung menderita obesitas lebih dari primata lainnya. Hal ini sebagian besar disebabkan karena manusia mampu memproduksi lemak tubuh lebih banyak daripada keluarga primata lain. Karena manusia merupakan bipedal semata (hanya wajar menggunakan dua kaki untuk berjalan), daerah pinggul dan tulang punggung juga cenderung menjadi rapuh, menyebabkan kesulitan dalam bergerak pada usia lanjut. Juga, manusia perempuan menderita kerumitan melahirkan anak yang relatif (kesakitan karena melahirkan hingga 24 jam tidaklah umum). Sebelum abad ke-20, melahirkan merupakan siksaan berbahaya bagi beberapa wanita, dan masih terjadi di beberapa lokasi terpencil atau daerah yang tak berkembang di dunia saat ini.
1. Manusia Sebagai Makhluk Individu
Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individium yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan tak terbatas.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individi ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana eorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip)dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seeorang.

2. Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.
Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karrena beberapa alasan, yaitu:
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.


B. Interaksi Sosial dan Sosialisasi

1. Interaksi Sosial
Kata interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat. Interaksi adalah proses di mana orang-oarang berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi dala pikiran danb tindakana. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain.
Interaksi sosial antar individu terjadi manakala dua orang bertemu, interaksi dimulai: pada saat itu mereka saling menegeur, berjabat tangan, saling berbicara, atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk dari interaksi sosial.
Interaksi sosial terjadi dengan didasari oleh faktor-faktor sebagai berikut
a. Imitasi adalah suatu proses peniruan atau meniru.
b. Sugesti adalah suatu poroses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau peduman-pedoman tingkah laku orang lain tanpa dkritik terlebih dahulu. Yang dimaksud sugesti di sini adalah pengaruh pysic, baik yang datang dari dirinya sendiri maupuhn dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik. Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya, dengan interaksi sosial adalaha hampir sama. Bedanya ialah bahwa imitasi orang yang satu mengikuti salah satu dirinya, sedangkan pada sugesti seeorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya, lalu diterima oleh orang lain di luarnya.
c. Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identi (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah.
d. Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilain perasaan seperti juga pada proses identifikasi.

2. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk intraksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan pertentangan (conflict). Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial, keempat pokok dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan kontinuitas dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan adanya kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertiakain untuk akhirnya sampai pada akomodasi.
Gilin and Gilin pernah mengadakan pertolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka ada dua macam pross sosial yang timbul sebagaiu akibat adanya interaksi sosial, yaitu:
a. Proses Asosiatif, terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
b. Proses Disosiatif, mencakup persaingan yang meliputi “contravention” dan pertentangan pertikain.
Adapun interaksi yang pokok proses-proses adalah:
1) Bentuk Interaksi Asosiatif
a. Kerja sama (cooperation)
Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lainnya. Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama ada tiga bentuk kerja sama, yaitu:
v Bargainng, pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
v Cooperation, proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu carta untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan
v Coalition, kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempynyai tujuan yang sama.

b. Akomodasi (accomodation)
Adapun bentuk-bentuk akomodasi, di antaranya:
v Coertion, yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan.
v Compromise, suatu bentuk akomodasi, di mana pihak yang terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
v Arbiration, suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak yang berhadapan tidak sanggup untuk mencapainya sendiri
v Meditation, hampir menyerupai arbiration diundang pihak ke tiga yang retial dalam persoalan yang ada.
v Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih, bagi tercapainya suatu tujuan bersama.
v Stelemate, merupakan suatu akomodasi di mana pihak-pihak yang berkepentingan mempunyai yang seimbang, berhenti pada titik tertentu dalam melakukan pertentangan.
v Adjudication¸ yaitu perselisihan atau perkara di pengadilan.

2) Bentuk Interaksi Disosiatif
a. Persaingan (competition)
Persaingan adalah bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan kekerasan.
b. Kontraversi (contaversion)
Kontraversi bentuk interaksi yang berbeda antara persaingan dan pertentangan. Kontaversi ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri seseorang, perasaan tidak suka yang disembunyikannya dan kebencian terhadap kepribadian orang, akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian.
c. Pertentangan (conflict)
Pertentangan adalah suatu bentuk interaksi antar individu atau kelompok sosial yang berusaha untuk mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai ancaman atau kekerasan. Pertentangan memiliki bentuk khusus, antara lain: pertentangan pribadi, pertentangan rasional, pertentangan kelas sosial, dan pertentanfan politik.
3. Sosialisasi
Peter Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu proses di mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat (Berger, 1978:116).
Salah satu teori peranan dikaitkan sosialisasi ialah teori George Herbert Mead. Dalkam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society (1972). Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain, yaitu melalui beberapa tahap-tahap play stage, game sytage, dan tahap generalized other.


4. Bentuk dan Pola Sosialisasi

a. Bentuk-bentuk Sosialisasi
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam kaitan inilah para pakar berbicara mengenai bentuk-bentuk proses sosialisasi seperti sosialisasi setelah masa kanak-kanak, pendidikan sepanjang hidup, atau pendidikan berkesinambungan.

b. Pola-pola Sosialisasi
Pada dasarrnya kita mengenal dua pola sosialisasi, yaitu pola represi yang menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Dan pola partisipatori yabg merupakan pola yang didalamnya anak diberi imbalan manakala berperilaku baik dan anak menjadi pusat sosialisasi.

c. Masyarakat dan Komunitas
Masyarakat itu merupakan kelompok atau kolektifitas manusia yang melakuakn antar hubungan, sedikit banyak bersifat kekal, berlandaskan perhatian dan tujuan bersama, serta telah melakukan jalinan secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama. Unsur-unsur masyarakat yaitu: kumpulan orang, sudah terbentuk dengan lama, sudah memiliki sistem dan struktur sosial tersendiri, memiliki kepercayaan, sikap, dan perilaku yang dimiliki bersama, adanya kesinambungan dan pertahanan diri, dan memiliki kebudayaan.

a. Masyarakat Setempat (community)
Masyarakat setempat menunjukan pada bagianmasyarakat yang bertempat tinggal disatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu dimana faktor utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar diantara anggota-anggotanya, dibandingkan interaksi dengan penduduk diluar batas wilayahnya.

b. Masyarakat Desa dan Masyarakat Kota
Menurut Soerjono Soekamto, masyarakat kota dan desa memiliki perhatian yang berbeda, khususnya terhadap perhatian keperluan hidup. Di desa, yang diutamakan adalah perhatian khusus terhadap keperluan pokok, fungsi-fungsi yang lain diabaikan. Lain dengan pandangan orang kota, mereka melihat selain kebutuhan pokok, mereka melihat selain kebutuhan pokok, pandangan sekitarnya sangat mereka perhatikan.

c. Masyarakat Multikultural
Perlu diketahui, ada tiga istilah yang digunakan secara bergantian untuk mengambarkan masyarakat yang terdiri atas agama, ras, bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu pluralitas, keragaman, dan multikultural.

Konsep pluralitas menekankan pada adanya hal-hal yang lebih dari satu (banyak). Keragaman menunjukan bahwa keberadaanya yang lebih dari satu itu berbeda-beda, heterogen, dan bahkan tidak dapat dipersamakan. Sementara itu, konsep multikultralisme sebenarnya merupakan konsep yang relatif baru. Inti dari multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa ataupun agama. Jadi, apabila pluralitas hanya menggambarkan kemajemukan, multikulturalisme meberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama diruang publik.
d. Pengaruh Multikultural Terhadap Kehidupan Beragama, Bermasyarakat, Bernegara dan Kehidupan Global
Problematika yang muncul dari keragaman yaitu munculnya berbagai kasus disintegrasi bangsa dan bubarnya sebuah negara, dapat disimpulkan adanya lima faktor utama yang secara gradual bisa menjadi penyebab utama proses itu, yaitu: kegagalan kepemimpinan, krisis ekonomi yang akut dan berlangsung lama, krisis politik, krisis sosial, dan intervensi asing.
Realitas keragaman budaya bangsa ini tentu membawa konsekuensi munculnya persoalan gesekan antar budaya, yang mempengaruhi dinamika kehidupan bangsa sebagai kelompok sosial, oleh sebab itu kita harus bersikap terbuka melihat semua perbedaan dalam keragaman yang ada, meenjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, dan menjadikan keragaman sebagai kekayaan bangsa, alat pengikat persatuan seluruh masyarakat dalam kebudayaan yang beraneka ragam.

Menurut Mead pada tahap pertama, play stage, seorang anak kecil mulai belajar mengambil peranan orang-orang yang berada di sekitarnya.

Pada tahap game stage seorang anak tidak hanya telah mengetahui peranan yang harus dijalankannya, tetapi telah pula mengetahui peranan yang harus dijalankan oleh orang lain dengan siapa ia berinteraksi.

Pada tahap ketiga sosialisasi, seseorang dianggap telah mampu mengambil peran-peran yang dijalankan orang lain dalam masyarakat yaitu mampu mengambil peran generalized others. Ia telah mampu berinteraksi denagn orang lain dalam masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri serta peranan orang-orang lain dengan siapa ia berinteraksi.

Menurut Cooley konsep diri (self-concept) seseorang berkembang melalalui interaksinya dengan orang lain. Diri yang berkembang melalui interaksi dengan orang lain ini oleh Cooley diberi nama looking-glass self.
Cooley berpendapat looking-glass self terbentuk melalui tiga tahap. Tahap pertama seseorang mempunyai persepsi mengenaoi pandangan orang lain terhadapnya. Pada tahap berikut seseorang mempunyai persepsi mengenai penilain oreang lain terhadap penampilannya. Pada tahap ketiga seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadapnya itu.
Pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi itu menurut Fuller and Jacobs (1973:168-208) mengidentifikasikan agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain, media massa, dan sistem pendidikan.
http://id.wikipedia.org/wiki/Manusia
http://apadefinisinya.blogspot.com/2009/01/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan.html

Rabu, 27 Oktober 2010

TUGAS 4 { ILMU SOSIAL DASAR }

ILMU SOSIAL DASAR
ilmu sosial dasar adalah pengetahuan yang menelaah masalah-masalah sosial khususnya yang diwujudkan oleh masyarakat Indonesia dengan mengunakan pengertian-pengertian (fakta,konsep dan teori) yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu sosial seperti:sejarah,ekonomi,geografi sosial,sosiologi,antropologi,pskologi sosial. Ilmu sosial dasar merupakan suatu bahan studi atau program pengerjaan yang khusus dirancang untuk kepentingan pendidikan/pengajaran yang di Indonesia diberikan di Perguruan Tinggi.Tegasnya mata kuliah Ilmu Sosial Dasar dan pengertian umum tentang gejala-gejala sosial agar daya tanggap,persepsi dan penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan sosialnya dapa ditingkatkan sehingga lebih peka tehadapnya.


Latar belakang diberikannya ISD adalah banyaknya kritik yang ditujukan pada sistem pendidikan kita oleh sejumlah para cendikiawan, terutama sarjana pendidikan, sosial dan kebudayaan. Mereka menganggap sistem pendidikan kita berbau colonial, dan masih merupakan warisan sistem pendidikan Pemerintah Belanda, yaitu kelanjutan ari politik balas budi yang dianjurkan oleh Conrad Theodhore van Deventer. Sistem ini bertujuan menghasilkan tenaga-tenaga terampil untuk menjadi “tukang-tukang” yang mengisi birokrasi mereka di bidang administrasi, perdagangan, teknik dan keahlian lain, dengan tujuan ekspoitasi kekayaan Negara.

Ternyata sekarang masih dirasakan banyaknya tenaga ahli yang berpengetahuan keahlian khusus dan mendalam, sehingga wawasannya sempit. Padahal sumbangan pemikiran dan adanya komunikasi ilmiah antara disiplin ilmu diperlukan dalam memecahkan berbagai masalah sosial masyarakat yang demikian kompleks.
Hal lain, sistem pendidikan kita menjadi sesuatu yang “elite” bagi masyarakat kita sendiri, kurang akrab dengan lingkungan masyarakat, tidak mengenali dimensi – dimensi lain di luar disiplin ikeilmuannya.n Perguruan tigngi seolah-olah menara gading yang banyak menghasilkan sarjana-sarjana “tukang” tidak mau dan peka terhadap denyut kehidupan, kebutuhan, serta perkembangan masyarakat.
Pendidikan tinggi diharapkan dapat menghasilkan sarjana-sarjana yang mempunyai seperangkat pengetahuan yang terdiri atas.

1. Kemampuan akademis ; adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara ilmiah, baik lisan maupun tulisan, menguasai peralatan analisis, maupun berpikir logis, kritis, sitematis, dan analitis, memiliki kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dihadapi, serta mampu menawarkan alternative pemecahannya

2. Kemampuan professional ; adalah kemampuan dalam bidang profesi tenaga ahli yang bersangkutan. Dengan kemampuan ini, para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi dalam bidang profesinya.

3. Kemampuan personal ; adalah kemampuan kepribadian. Dengan kemampuan ini para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan sehingga mampu menunjukkan sikap, dan tingkah laku, dan tindakan yang mencerminkan kepribadian Indonesia, memahami dan mengenal nilai-nilai keagamaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan, serta memiliki pandangan yang luas dan kepekaan terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.

Dengan seperangkat kemampuan yang dimiliki seseorang diatas lulusan perguruan tinggi diharapkan seseorang menjadi sarjana yang sujana yaitu sarjana yang cakap dan ahli dalam bidang yang ditekuninya serta mau dan mampu mengabdikan keahliannya untuk kepentingan masyarakat indonesi dan umat manusia pada umumnya. Pencapaian kemampuan akademik dan kemampuan profesi telah diusahakan melalui mata kuliah (MKK). Kedua kemampuan tersebut bertuuan untuk memberikan keahlian dalam bidangnya dan kemampuan menerapkan keahlian itu dalam masyarakat.

Untuk menjawab berbagai tantangan dan persoalan dalam kehidupan lahirlah berbagai cabang ilmu pengetahuan.
Berdasarkan sumber filsafat yang dianggap sebagai ibu dari ilmu pengetahuan, maka ilmu pengetahuan dapat dikelompokan menjadi tiga :

1. Ilmu-ilmu Alamiah ( natural scince ) : Ilmu-ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hokum yang berlaku mengenai keteraturan-keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu kualitas. Hasil analisis ini kemudian digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat prediksi. Hasil penelitian 100 5 benar dan 100 5 salah

2. Ilmu-ilmu sosial ( social scince ) : ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu-ilmu alamiah. Tapi hasil penelitiannya tidak 100 5 benar, hanya mendekati kebenaran. Sebabnya ialah keteraturan dalam hubungan antara manusia initidak dapat berubah dari saat ke saat.

3. Pengetahuan budaya ( the humanities ) bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan kenyataan-kenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti.
Mengikuti pembagian ilmu pengetahuan seperti tersebut diatas maka Ilmu Sosial Dasar dan Ilmu Budaya Dasar adalah satuan pengetahuan yang dikembangkan sebagai usaha pendidikan. Ilmu social dasar tidak merupakan gabungan dari ilmu social dasar yang dipadukan, karena ilmu social dasar tidak memiliki objek dan metode ilmiah tersendiri dan juga ia tidak mengembangkan suatu penilitian sebagaimana suatu disiplin ilmu seperti ilmu-ilmu social diatas.Ilmu sosial dasar merupakan suau bahan studi atau program pekerjaan yang khusus dirancanga untuk kepentingan atau pengerjaan yang di Indonesia diberikan di perguruan tinggi.Ilmu Sosial Dasar adalah gabungan dari disiplin ilmu-ilmu sosial yang di pergunakan dalam pendekatan dan pemecahan masalah-masalah sosial yang timbul di masyarakat.

Dengan seperangkat kemampuan yang dimilikinya lulusan perguruan tinggi diharapkan menjadai sarjana yang cakap, ahli dalam bidang yang ditekuninya serta mau dan mampu mengabdikan keahliannya untuk kepentingan masyarakat Indonesia dan umat manusia pada umumnya.
ISD, sebagai bagian dari MKDU, mempunyai tema pokok yaitu hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya. ISD sebagai mana dengan IBD dan IAD, bukanlah pengantar disiplin ilmu tersendiri,tetapi menggunakan pengertian-pengertian ( fakta, teori, konsep) yang berasal dari berbagai bidang keahlian untuk menanggapi masalah-masalah sosial, khususnya masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Adapun yang menjadi sasaran perhatian adalah antara lain :

1. berbagai kenyataan yang bersama-sama merupakan masalah sosial yang dapat ditanggapi dengan pendekatan sendiri maupun sebagai pendekatan gabungan (antar bidang)

2. Adanya keanekaragaman golongan dan kesatuan sosial laindalam masyarakat, yang masing-masing mempunyai kepentingan kebutuhan serta pola-pola pemikiran dan pola-pola tingkah laku sendiri, tapi juga amat banyak persamaan kepentingan kebutuhabn serta persamaan dalam pola-pola pemikiran dan pola-pola tingkah laku yang menyebabkan adanya pertentangan-pertentnagan maupun hubungan setia kawan dan kerja sama dalam masyarakat kita.

Tegasnya ilmu sosial dasar adalah usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk menkaji gejala-gejala sosial agar daya tanggap, persepsi , dan penalaran mahaiswa dalam menghadapi lingkungan sosialna dapat ditingkatkan sehingga kepekaan mahasiswa pada lingkugnan sosialnya dapaat menjadi lebih besar.
Sebagai salah satu mata kuliah umum, ISD bertujuan membantu kepekaan wawasan pemikiran dan kepribadian mahasiswa agar memperoleh wawasan pemikiran yang lebih luas, dan cirri-cri kepribadian yang diharapkan dari setiap anggota golongan terpelajar Indonesia, khususnya berkenaan dengan sikap an tingkah laku manusia dalam menghadapi manusia-manusia lainnya, serta sikap dan tingkah laku manusia dalam menghadapi manusia lain terhadap manusia yang bersangkutan.

ISD merupakan suatu usaha yang dapat diharapkan memberikan pengetahuan umum dan pengetahuan dasar tentang konsep2 yg dikembangkan untuk melengkapi gejala2 sosial agar daya tanggap (tanggap nilai), persepsi dan penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan sosial dapat ditingkatkan , sehingga kepekaan mahasiswa pada lingkungan sosialnya menjadi lebih besar.

Tiga Jenis Kemampuan ISD* :

1. Kemampuan Personal (kemampuan pribadi) :
Dapat menunjukan sikap dan kepribadian Indonesia , mengenal dan memahami nilai-nilai agama,
kemayarakatan, kenegaraan serta pandangan luas terhadap masyarakat.

2. Kemampuan akademik :
kemampuan untuk berkomunikasi secara ilmiah, baik lisan maupun tertulis, menguasai peralatan
analisa, berpikir logis, kritis, sistematis, analitis.

3. Kemampuan Profesional :
kemampuan dalam bidang profesi tenaga ahli yang bersangkutan. Tenaga ahli diharapkan memiliki
pengetahuan yang tinggi.

ISD sebagai komponen MKDU
MKDU adalah Mata Kuliah Dasar Umum yang harus diikuti oleh setiap mahasiswa. MKDU terdiri dari 6 matakuliah, yaitu : Agama, Pancasila, Kewiraan, Ilmu Alamiah Dasar (IAD), Ilmu Sosial Dasar (ISD) dan Ilmu Budaya Dasar (IBD). Matakuliah Ilmu Sosial Dasar bukanlah merupakan suatu disiplin ilmu tetapi lebih merupakan kajian yang sifatnya multi atau interdisipliner. Ilmu Sosial Dasar diajarkan untuk memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum kepada mahasiswa tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji gejala-gejala sosial yang terjadi di sekitamya. Dengan demikian, diharapkan mahasiswa dapat memiliki kepekaan sosial yang tinggi terhadap lingkungan sosialnya. Dengan kepekaan sosial yang dimilikinya, mahasiswa diharapkan memiliki kepedulian sosial dalam menerapkan ilmunya di masyarakat.
Berikut adalah MKDU/ Mata Kuliah Dasar Umum yang terdiri atas mata kuliah:

* Pancasila
* Agama
* Kewiraan
* PENDIDIKAN Sejarah Perjuangan Bangsa
* Ilmu Alamiah Dasar (IAD)
* Ilmu Sosial Dasar (ISD)
* Ilmu Budaya Dasar (IBD)

Sebenarnya MKDU perguruan tinggi di Indonesia dapat di kelompokkan menjadi 2, Kelompok pertama meliputi mata kuliah : Pancasila, Agama, Pendidikan Sejarah perjuangan bangsa dan Kewiraan. Kelompok ini diharapkan dapat memberikan dasar pedoman untuk bertindak sebagai warga Negara terpelajar yang baik. Keempat mata kuliah tersebut wajib di ikuti oleh semua mahasiswa di perguruan tinggi, yang dinilai dan ikut menentukan kelulusan.
Kelompok kedua meliputi mata kuliah : IAD, ISD, dan IBD. Kelompok ini diharapkan dapat membantu kepekaan mahasiswa berkenaan dengan lingkungan alamiah, Lingkungan social dan lingkungan budaya.
Ketiga mata kuliah diatas diberikan kepada semua mahasiswa dengan ketentuan bahwa mahasiswa bidang pengetahuan keahlian yang berada dalam ruang lingkup salah satu mata kuliah dasar tersebut tidak diwajibkan mengikuti mata kuliah dasar yang bersangkutan.
Secara Spesifik kemampuan pribadi yang hendak di capai melalui MKDU bertujuan menghasilkan warga Negara Sarjana yang berkualifikasi sebagai berikut:

* Taqwa kepada tuhan yang maha esa , bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran agamanya, dan memilki tenggang rasa terhadap pemeluk agama lain
* Berjiwa Pancasila sehingga segal keputusan serta tindakannya mencerminkan nilai-nilai pancasila dan memiliki Integritas kepribadian yang tinggi, yang mendahulukan kepentingan nasional dan kemanusiaan sebagai sarjana Indonesia.
* Memiliki wawasan sejarah perjuangan bangsa, sehingga dapat memperkuat semangat kebangsaan, mempertebal cinta tanah air, meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, Mempertinggi kebanggan nasional dan kemanusiaan sebagai sarjana Indonesia.
* Memiliki wawasan komprehensif dan pendekatan integral di dalam menyikapi oermasalahan kehidupan, baik social, ekonomi, politik, pertahanan keamanan maupun kebudayaan.
* Memiliki wawasan budaya yang luas tentang kehidupan bermasyarakat dan secara bersama sama mampu berperan serta meningkatkan kualitasnya, maupun tentang lingkungan alamnya secara bersama sama serta di dalam pelestariannya.

Tema pokok perkuliahan ISD sebagai bagian dari MKDU adalah hubungan timbale balik antara manusia dengan lingkungannya. Hubungan tersebut dapat mewujudkan adanya kenyataan kenyataan social dan masalah masalah social dan inilah yang menjadi pusat perhatian dari Ilmu Sosial Dasar dan yang penelaahannya menggunakan pendekatan berbagai disiplin (interdisiplin dan atau multidisiplin) dengan memanfaatkan pengertian pengertian (fakta,konsep, teori) yang berasal dari lapangan ilmu ilmu social seperti: sejarah, ekonomi, geografi, social, sosiologi, antropologi dan psykologis social.
Tidak kurang dari 400 tahun lamanya, menurut beberapa sumber, dunia keilmuan berada dalam dominasi dan otoritas paradigma positivisme ( Muslih,2005). Isu utama yang dibawa oleh paham ini adalah dalam refleksi filsafatnya yang sangat menitik beratkan pada aspek metodologi. Intinya adalah bagaimana memperoleh pengetahuan yang sahih tentang kenyataan. Isu ini menjadi penting karena pemahaman tentang positif itu sendiri dimaksudkan sebagai “apa yang berdasarkan fakta obyektif” padahal metodologi ilmu sosial berpangkal pada gejala-gejala subyektivitas manusia, kepentingan maupun kehendak, tidak mengganggu obyek observasi yaitu tindakan sosial. Karena hal itulah pada saat itu Ilmu-ilmu sosial kurang dapat berkembang pesat dimasyarakat berbeda ketika Indonesia baru meraih kemerdekaannya hingga sekarang. Beberapa wujud perkembangan Ilmu sosial di Indonesia setelah meraih kemerdekaan dapat kita lihat dari* :

1. Berdirinya akademik politik di Yogyakarta
2. Didirikannya balai perguruan tinggi Gajah Mada.
3. Didirikannya akademi kepolisian.


Tujuan

Sebagai salah satu dari mata kuliah dasar umum,ilmu sosial dasar mempunya I tujuan pembinaan mahasiswa agar: Memahami dan menyadari adanya kenyataan-kenyataan sosial dan masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat Peka terhadap masalah-masalah sosial dan tanggap untuk ikut serta dalam usaha-usaha menanggulanginya. Menyadari bahwa setiap masalah sosial yang timbul dalam masyarakat selalu bersifat kompleks dan hanya dapat mendekatinya mempelajari secara kritis-interdisipliner. Memahami jalan pikiran para ahli dari bidang ilmu pengetahuan lain dan dapat berkomunikasi dengan mereka dalam rangka penanggulangan masalah sosial masalah sosial yang timbul.

Ruang Lingkup Ilmu Sosial Dasar

Materi Ilmu sosial Dasar atas masalah-masalah sosial.Untuk dapat menelaah masalah-masalah sosial hendaknya terlebih dahulu kita dapat mengidentifikasikan kenyataan-kenyataan sosial dan memahami sejumlah konsep sosial tertentu sehingga dengan demikian bahan pelajaran Ilmu sosial Dasar dapat dibedakan atas tiga golongan yaitu:

Kenyataan-kenyataan sosial yang ada dalam masyarakat yang secara bersama-sama merupakan masalah sosial tertentu. Kenyataan-kenyataan sosial tersebut sering ditanggapi secara berbeda oleh para ahli ilmu-ilmu sosial karena adanya perbedaan latar belakang disiplin ilmu atau sudut pandangnya.
Dalam Ilmu Sosial Dasar kita menggunakan pendekatan interdisiplin/multidisplin. Konsep-konsep sosial atau pengertian-pengertian tentang kenyataan-kenyataan sosial dibatasi pada konsep dasar atau elementar saja yang sangat diperlukan untuk mempelajari masalah-masalah sosial yang dibahas dalam Ilmu Pengetahuan Sosial.

Sebagai contoh dari konsep dasar semacam itu misalnya konsep “keanekaragaman”dan konsep”Kesatuan Sosial”.Bertolak dari kedua konsep tersebut di atas maka dapat kita pahami dan sadari bahwa di dalam masyarakat selalu terdapat:

a. Persamaan dan perbedaan pola pemikiran dan pola tingkah laku baik secara individual.

b. Persamaan dan perbedaan kepentingan.Persamaan dan perbedaan itulah yang menyebabkan sering timbulnya pertentangan/konflik, kerja sama,kesetiakawanan antar individu dan golongan.

Masalah-masalh sosial yang timbul dalam masyarakat biasanya terlibat dalam berbagai kenyataan-kenyataan sosial yang antara satu dengan lainnya saling berkaitan. Konsorsium Antar Bidang telah menetapkan bahwa perkuliahan Ilmu Sosial Dasar terdiri dari 8 pokok bahasan,dari ke delapan pokok bahasan tersebut maka ruang lingkup perkuliahan Ilmu Sosial Dasar diharapkan mempelajari dan memahami adanya:

1.Berbagai masalah kependudukan dalam hubungannya dengan perkembangan masyarakat dan kebudayaan.
2.Masalah individu,keluarga dan masyarakat.
3.Masalah pemuda dan sosialisasi.
4.Masalah hubungan antara warga negara dan negara.
5.Masalah pelapisan sosial dan kesamaan derajat.
6.Masalah masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan.
7.Masalah pertentangan-pertentangan sosial dan integritas.
8.Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat


Ilmu Sosial Dasar dan Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu social dasar ISD dan ilmu penegetahuan social mempunyei persamaan dan perbedaan adapun persamaan antara keduanya adalah :
a) Keduanya merupkan bahan studi untuk kepentingan program pendidikan/pengajaran
b) Keduanya bukan disiplin ilmu yang berdiri sendiri
c) Keduanya mempunyei materi-materi yang terdiri dari kenyataan social dan masalah social.
Adapun Perbedaan diantara keduamya adalah adalah:
a) Ilmu social dasar diberikan di Perguruan Tinggi, sedangkan ilmu social dasar diberikan di sekolah dasar dan sekolah lanjutan
b) Ilmu social dasar merupakan salah satu mata kuliah tunggal, sedangkan ilmu penegetahuan social merupakan kelompok dari sejumlah mata pelajaran (Untuk sekolah lanjutan)
c) Ilmu social dasar diarahkan pada pembentukkan sikap dan kepribadian , sedangkan ilmu pengetahuan social diarahkan pada pembentukkan penegetahuan dan ktrampilan intelektual.

Berikut Bahan pelajaran Ilmu Sosial Dasar dapat dibedakan atas tiga golongan:

1. Kenyataan-kenyataan social yang ada dalam masyrakat, yang secara bersama-sama merupakan masalah social tertentu.
2. Konsep-konsep social dibatasi pada konsep dasar atau elementer saja yang sangat diperlukan utntuk mempelajari masala-masalah social yang dibahas dalam ilmu pengetahuan sosial, contohnya:

Keanekaragaman dan konsep kesatuan sosial bertolak dari kedua konsep tersebut diatas, maka dapat kita pahami dan kita sadari bahwa di dalam masyrakat selalu terdapat:

* Persamaaan dan perbedaan pola pemikiran dan pola tingkah laku baik secara individualatau kelompok atau golongan.
* Persamaan dan perbedaan kepentingan

Masalah-masalah sosial yang timbul didalam masyarakat bisasnya terlibat dalam berbagai kenyataan-kenyataan sosial yang berkaitan.Konsorsium antar bidang telah menetapkan bahwa perkuliahan ilmu sosial dasar terdiri dari 8 pokok bahasan yaitu:

* Berbagai masalah kependudukan dalam hubungannyadengan perkembangan masyrakat dan kebudayaan
* Masalah Individu, keluarga, dan masyarakat
* Masalah pemuda dan sosialisasi
* Masalah hubungan antara warga Negara dan Negara
* Masalah pelapisan sosial dan kesamaan derajat
* Masalah masyrakat perkotaan dan perdesaan
* Masalah pertentangan-pertentangan sosial dan intgrasi
* Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat

Untuk membantu memahami terhadap masalah-masalah tersebut diatas maka dalam buku ini dihimpun kumpulan karangan yang disusun dan berkaitan dengan ,masing-masing pokok bahasan yang telah ditentukan.

SUMBER:
http://sulfikar.com/ilmu-sosial-dasar-defenisi-kuliah-i.html
http://eqsiwi.multiply.com/journal/item/17/SOFTSKILL_ARTIKEL_ILMU_SOSIAL_DASAR
http://irfanoktaviandy.multiply.com/journal/item/8
http://wasnudin.blogdetik.com/2010/10/05/ilmu-sosial-dasar/
http://grenalio.phpnet.us/blog.php?module=detailinformasi&id=40
http://charolynez.blogspot.com/2009/10/i…
Buku Ilmu Sosial Dasar Karya Effendi Wahyono dkk
NAMA : MOCHAMAD CAHYO ARIFIN
KELAS : 1KA21
NPM : 14110432
TUGAS ILMU SOSIAL DASAR

TUGAS 3 ILMU SOSIAL DASAR { HOMO HOMINI SOCIO AND HOMO HOMINI LUPUS }

HOMO HOMINI SOCIO AND HOMO HOMINI LUPUS
Pengertian dari manusia adalah:

Manusia di definisikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai homo sapiens, sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya dan berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain.

Definisi Homo Homini Socio 1

Manusia sudah jelas tidak bisa hidup sendiri, karena manusia disebut manusia social. Manusia membutuhkan informasi-informasi untuk mengetahui keadaan kehidupan yang ada, untuk mempertahankan hidup di dunia ini. Manusia adalah makhluk yang mempunyai aturan-aturan yang berbeda-beda di dunia ini. Peraturan tersebut dibuat untuk mentertibkan dan menyesuaikan dengan keadaan titik tempat tersebut serta mentertibkan komunikasi antar manusia. Globalisasi adalah perubahan secara besar-besaran atau secara umum meluas. Dalam arus globalisasi yang berkembang sangat cepat ini manusia menjadi makhluk yang sangat mudah meniru dalam arti meniru sesuatu yang ada di masyarakat yang terdiri dari :

1. Manusia mudah meniru atau mengikuti perkembangan kebudayaan-kebudayaan, dimana manusia sangat mudah menerima bentuk-bentuk perkembangan dan pembaruan dari kebudayaan luar, sehingga dalam diri manusia terbentuklah pengetahuan, pengetahuan tentang pembaruan kebudayaan dari luar tersebut.

2. Penghematan tenaga dimana ini adalah merupakan tindakan meniru untuk tidak terlalu menggunakan banyak tenaga dari manusia, sehingga kinerja mnausia dalam masyarakat bisa berjalan secara efektif dan efisien.

Secara umum, keinginan manusia untuk meniru bisa terlihat jelas dalam suatu ikatan kelompok, tetapi hal ini juga kita dapat lihat di dalam kehidupan masyarakat secara luas.Dari gambaran diatas jelas bagaimana manusia itu sendiri membutuhkan sebuah interaksi atau komunikasi untuk membentuk dirinya sendiri malalui proses meniru. Sehingga secara jelas bahwa manusia itu sendiri punya konsep sebagai makhluk sosial. Yang menjadi ciri manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial adalah adanya suatu bentuk interaksi sosial didalam hubugannya dengan makhluk sosial lainnya yang dimaksud adalah dengan manusia satu dengan manusia yang lainnya. Secara garis besar faktor-faktor personal yang mempengaruhi interaksi manusia terdiri dari tiga hal yakni :

1. Tekanan Emosiaonal. Ini sangat mempengaruhi bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain.
2. Harga diri yang rendah. Ketika kondisi seseorang berada dalam kondisi manusia yang direndahkan maka akan memiliki hasrat yang tinggi untuk berhubungan dengan orang lain karena kondisi tersebut dimana orang yang direndahkan membutuhkan kasih saying orang lain atau dukungan moral untuk membentuk kondisi seperti semula.
3. Isolasi sosial. Orang yang terisolasi harus melakukan interaksi dengan orang yang sepaham atau sepemikiran agar terbentuk sebuah interaksi yang harmonis.

Definisi Homo homini 2

Setiap manusia tidak bisa hidup sendiri dalam menjalani umurnya di dunia ini, makhluk pertama yang bernama Adam pun melakukan komplain kepada Allah SWT atas kesendirian beliau hingga diciptakanlah makhluk yang bernama Hawa. Begitu juga kita sebagai keturunan Nabi Adam pasti juga demikian, atas kasih sayang Allah SWT terhadap seluruh hamba-Nya di dunia ini maka kita diciptakan berpasang-pasangan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa sebagai bentuk hubungan antar makhluk ciptaan Allah SWT dengan tujuan agar kita saling kenal mengenal. Siapapun anda, sekurang-kurangnya memiliki 100 orang yang dikenal. Setiap orang di sekitar kita pasti berpengaruh kepada kita; baik positif maupun negatif sebagaimana kata Aa’ Gym dalam ceramah beliau: berteman dengan orang yang jual minyak wangi maka kita akan kena wanginya, kalau berteman dengan pande besi maka bau pande besi. Namun bukan berarti kita harus mengesampingkan orang-orang yang berpengaruh buruk dan menghambat perjalanan kita meraih kesuksesan. Sebaliknya, kitalah yang harus memperkuat pengaruh positif agar dapat merubah pengaruh negatif tersebut. Teringat pesan orang tua penulis “Jadilah Muhammad (pen: Nabi Muhammad) yang merubah orang-orang di sekitarnya’, pesan tersebut memiliki makna bahwa kita harus menebarkan kebaikan di manapun, kepada siapa pun dan kapan pun.
Kenapa kita perlu bergaul? Karena kita makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya, binatang yang hanya mengandalkan nafsunya pun memerlukan binatang lainnya dalam dunia kebinatangannya, apalagi manusia yang hidup dengan pikiran, nafsu dan perasaan. Jadi, pergaulan atau yang kita kenal dengan silaturrahmi adalah proses pengembangan akses dan bukan jamannya lagi mengembangkan aset, karena aset pada umumnya ada karena kita memiliki akses sebagai sarana mendapatkan aset seperti sabda Rasulullah: siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya dia menyambung tali silaturrahim. (HR. Bukhari).

Begitu indah silaturrahim dalam kehidupan ini dan memiliki banyak manfaat sebagai eksistensi kita sebagai manusia, sepengetahuan saya manfaat dari silaturrahim diantaranya.

1) Belajar dari pengalaman orang lain, hal ini sangat penting mengingat waktu kita sangat terbatas untuk mengenyam berbagai pengalaman. Mendengar cerita kesuksesan seseorang dalam menekuni bisnisnya selama 5 tahun, berarti kita telah menghemat waktu yang cukup banyak untuk mendapatkan pengalaman dalam bidang tersebut. Bagaimana jika kita banyak berdialog dengan banyak orang yang memiliki jutaan pengalaman?.

2) Memanfaatkan relasi teman, menurut saya ini metode Multi Level Marketing (MLM), apabila kita punya 10 orang kenalan yang prospektif dan memiliki akses 100 orang yang berpengaruh, maka minimal kita telah memiliki akses 100 orang yang berpengaruh juga.

3) Kekurangan kita tertutup, setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan dalam dirinya, semisal anda tidak bisa mengendarai mobil, maka manfaatkanlah teman anda untuk mengendarainya dan manfaatkan dia untuk mengajari anda mengendarai mobil.

4) Pasar yang potensial, bisnis apapun yang kita miliiki, pasar atau komunitas yang pertama kali harus dibidik adalah orang terdekat atau teman. Karena merekalah yang telah mengenal dan mengetahui reputasi kita, sebab membangun kepercayaan pun di tengah-tengah mereka menjadi lebih mudah.

5) P3K, artinya pertolongan pertama pada kecelakaan. Ingat masa di pondok pesantren, orang yang pertama kali tempat kita meminjam uang adalah teman, bukan pak kyai ataupun jasa peminjaman uang. Orang yang pertama kali menolong dikala sakit adalah teman. Dan masih banyak lagi manfaat dari sebuah pergaulan positif dengan relasi kita.

Sosialisasi

Peter Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu proses di mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat (Berger, 1978:116). Salah satu teori peranan dikaitkan sosialisasi ialah teori George Herbert Mead. Dalkam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society (1972). Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain, yaitu melalui beberapa tahap-tahap play stage, game sytage, dan tahap generalized other.

Menurut Cooley konsep diri (self-concept) seseorang berkembang melalalui interaksinya dengan orang lain. Diri yang berkembang melalui interaksi dengan orang lain ini oleh Cooley diberi nama looking-glass self. Cooley berpendapat looking-glass self terbentuk melalui tiga tahap. Tahap pertama seseorang mempunyai persepsi mengenaoi pandangan orang lain terhadapnya. Pada tahap berikut seseorang mempunyai persepsi mengenai penilain oreang lain terhadap penampilannya. Pada tahap ketiga seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadapnya itu. Pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi itu menurut Fuller and Jacobs (1973:168-208) mengidentifikasikan agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain, media massa, dan sistem pendidikan

Menurut Mead pada tahap pertama, play stage, seorang anak kecil mulai belajar mengambil peranan orang-orang yang berada di sekitarnya. Pada tahap game stage seorang anak tidak hanya telah mengetahui peranan yang harus dijalankannya, tetapi telah pula mengetahui peranan yang harus dijalankan oleh orang lain dengan siapa ia berinteraksi. Pada tahap ketiga sosialisasi, seseorang dianggap telah mampu mengambil peran-peran yang dijalankan orang lain dalam masyarakat yaitu mampu mengambil peran generalized others. Ia telah mampu berinteraksi denagn orang lain dalam masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri serta peranan orang-orang lain dengan siapa ia berinteraksi.

Definisi Homo Homini Socio 3

Pengembangan manusia sebagai makhluk social dalam kerangka pendidikan. Tidak disangkal bahwa ia berhubungan dengan makhluk-makhluk lainnya. Ia tidak tinggal dan hidup sendirian saja. Sebaliknya selalu bersama dan berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya. Kecenderungan manusia untuk hidup berkelompok sebenarnya bukan cuma sekedar suatu naluri yang diwariskan secara biologis semata-mata. Tetapi dalam kenyataannya manusia berkumpul sampai batas-batas tertentu menunjukan adanya suatu ikatan social tertentu. Interaksi antar manusia merupakan suatu kebutuhan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Individu yang satu pasti akan membutuhkan individu yang lainnya, karena seorang individu tidak bisa hidup tanpa individu lainnya. Maka timbul kelompok-kelompok social di dalam kehidupan manusia. Kelompok-kelompok social tersebut merupakan himpunan manusia yang hidup bersama.

Di dalam kehidupan manusia, ia selalu hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga negara masyarakat dan warga. Keadaan positif dan negatif ini adalah perwujudan dari nilai-nilai sekaligus watak-watak manusia bahkan pertentangan yang diakibatkan antarindividu. Manusia dan masyarakatnya bukan merupakan dua realitas yang asing satu sama lain, yang saling mempengaruhi dari luar, melainkan membentuk horizon dinamis dalam hubungan yang dialektis. Keduanya merupakan lapangan kerjasama dengan dorongan dialektis, saling memajukan dan saling memperkembangkan. Untuk itu kemajuan manusia merupakan hasil kerjasama antarmanusia bukan hasil seseorang. Sebagai konsekuensinya, manusia dan masyarakatnya merupakan dua momen itu saling melengkapi atau komplementer.

Disimpulkan bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk social karena manusia tunduk pada aturan, norma social, perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain, manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain, potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.

Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya . Secara alamiah jenis kelamin seorang anak yang baru lahir diketahui sebagai laki - laki atau perempuan .
Anak muda laki - laki dikenal sebagai putra dan laki - laki dewasa biasanya disebut dengan pria . Sedangkan akan muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan yang dewasa dikenal sebagai seorang wanita .
Penggolongan lainnya juga bisa berdasarkan usia . Dimulai dari janin , bayi , balita , anak - anak , remaja , akil balik , pemuda / pemudi , dewasa , dan orang tua .

Selain itu masih banyak penggolongan lainnya berdasarkan ciri - ciri fisik yang dimiliki seperti warna kulit , rambut , mata , bentuk hidung , dan tinggi badan .
Hubungan kekerabatan sepeeti keluarga dekat , keluarga jauh , keluarga tiri , keluarga angkat , keluarga asuh , teman , ataupun musuh .

Ciri - ciri fisik :

Dalam biologi , manusia biasanya dipelajari sebagai salah satu dari berbagai spesies di muka bumi . Pembelajaran manusia terkadang juga diperluas ke aspek psikologis serta ragawinya , tetepi biasanya tidak ke rohani atau keagamaannya .
Satu - satunya subspesies yang tersisa dari homo sapiens ini adalah homo sapiens sapiens . Mereka biasanya dianggap sebagai satu - satunya spesies yang dapat bertahan hidup dalam genus homo . Manusia menggunakan daya penggerak berupa dua kaki yang sangat sempurna .

Warna kulit manusia bervariasi dari hampir hitam hingga putih kemerahan . Secara umum orang dengan nenek moyang yang berasal dari daerah terik mempunyai kulit yang lebih hitan dibandingkan dengan orang yang bernenek moyang dari daerah yang hanya mendapat sedikit sinar matahari .
Dan rata - rata wanita memiliki kulit yang sedikit lebih terang dibandingkan dengan pria .

Ciri - ciri mental :

Banyak manusia menganggap dirinya organisme dalam kerajaan hewan , meski ada perdebatan apakah cetaceans seperti lumba - lumba dapat saja memiliki intelektual yang sebanding .
Tentunya manusia adalah satu - satunya hewan yang terbukti berteknologi tinggi . Manusia memiliki perbandingan massa otak dengan tubuh terbesar di antara semua hewan besar .

Kemampuan manusia memiliki perasaan , seperti sedih ataupun bahagia membedakan manusia dengan organisme lainnya

Habitat :

Gaya hidup asli manusia adalah pemburu dan pengumpul . Gaya hidup manusia lainnya adalah nomadisme atau berpindah - pindah tempat . Manusia mempunyai daya tahan yang baik untuk memindahkan habitat mereka dengan berbagai alasan seperti pertanian , pengairan , urbanisasi , serta pembangunan .
Perkampungan manusia yang digunakan untuk menetap bergantung pada ketersediaanya pada sumber air dan sumber daya alam lainnya seperti lahan subur untuk menanam .

Homo Homini Lupus

“Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya” atau disebut juga “Homo Homini Lupus” istilah ini pertama kali di kemukakan oleh palutus pada tahun 945, yang artinya sudah sangat lama dan kita masih belum sadar. Di jaman sekarang ini sangat sulit menjadikan seperti seorang manusia pada umumnya. Tidak bisa dipungkiri hidup di dalam suatu negara sangat dibutuhkan sosialisasi karena kita tidak dapat hidup dengan sendirinya tanpa ada manusia lain. Apalagi seperti keadaan kita hidup di jaman yang serba susah. Demi mempertahankan hidup itu sendiri kita rela melakukan apa saja mulai dari hal yang haral hingga haram. Untuk mewujudkan itu semua memang tidak mudah dimana kita harus menghadapi berbagai konflik yang akan memicu lahirnya sikap saling mangsa dan disinilah peran hati nurani dan ego dibutuhkan.

Tidak bisa dipungkiri untuk hidup di suatu wilayah sangat dibuthkan sosialisasi karena kita tidak hidup sendiri di dunia ini , kita masih membutuhkan manusia lainnya . Apalagi di zaman yang serba susah ini . Demi bertahan hidup biasanya orang rela melakukan apa saja . Mulai dari hal yang halal sampai hal yang diharamkan , semua itu tentunya dilakukan demi memperjuangkan kehidupan yang lebih baik . Untuk mewujudkannya memang tidak mudah , dimana kita harus menghadapi berbagai macam konflik yang akan memicu lahirnya sikap saling mangsa satu dengan yang lainnya .

Gambaran manusia di zaman sekarang ini sangatlah mengerikan dari segi sikap dan perbuatan terkadang malah lebih keji daripada hewan yang buas . Saling sikut , saling berebut , saling tikam , bahkan saling memangsa layaknya serigala buas yang siap menerkam mangsanya demi kepuasaan pribadi .

Sebagai contoh sejak zaman Adam dan Hawa . Pada zaman ini sudah terjadi pembunuhan anak Adam dan Hawa , doktrin gereja , perang dunia , sampai akhirnya terorisme .
Kekerasan serta penghilangan nyawa seseorang merupakan fakta yang tidak bisa dibantah tentang kejamnya manusia kepada sesamanya manusia lainnya .

Banyak manusia yang dilarang malah semakin tertantang untuk melakukan hal yang telah dilarang itu . Contohnya , semakin tinggi pagar rumah maka akan semakin menantang untuk dimalingi oleh pencuri . Hal yang lebih kejam lagi , perang dunia , pembunuhan , pemboman , mutilasi , pembakaran , dan masih banyak lainnya .
Hal itu merupakan tindakan manusia yang dilakukan untuk manusia juga . Dan hal itu merupakan contoh " manusia adalah serigala bagi manusia lainnya " . Itulah sebabnya manusia dianggap sebagai lupus ( serigala ) yang membunuh atau memakan manusia lainnya yang dianggap lebih lemah .

Pengakuan sebagai umat beragama yang patuh terhadap ajaran agamanya sering kali digunakan sebagai alasan atas tindakan kekerasan yang dilakukannya atau bahkan tindakan yang sampai menghilangkan nyawa orang lain .
Banyak pelaku kekerasan menyatakan al itu adalah masalah iman , masalah Tuhan , dan masalah kebenaran . Padahal kebenaran itu adaah kebenaran yang ditafsirkan oleh manusia itu sendiri .
Padahal sebagai seorang agamawan yang baik tentu akan menghargai kebhinekaan , meerima orang lain apa adanya dengan berbagai kekurangan dan kelebihannya , tidak munafik , tidak sombong , dan secara tulus menghargai segala perbedaan yang ada .
Pemahaman agama yang salah lah yang nantinya akan menimbulkan konflik dan perpecahan .

Banyak manusia yang selalu merasa bahwa dirinya yang paling benar . Sebaiknya kita masing - masing bisa membedakan mana yang benar dan yang salah , baik dan buruk , indah atau tidak .

Dalam dunia nyata , homo homini lupus sebenarnya tidaklah asing . Banyak terdapat dalam kasus perdagangan manusia entah untuk kepentingan sebagai buruh pabrik , pekerja di dunia prostitusi , atau dengan berbagai macam modus lainnya .
Di negara China modus yang banyak digunakan adalah penculikan . Mulai dari anak kecil sampai dewasa . Di Indonesia modus itu dimanfaatkan dengan keterjepitan keadaan ekonomi .

Melihat banyaknya kasus homo homini lupus yang terjadi di dunia ini , sebaiknya kita sebagai makhluk yang paling special janganlah ikut - ikutan menjadi lupus ( serigala ) bagi sesama kita manusia . Mari kita semua sebagai makhluk hidup kembali berkumpul agar dapat ke tempat tujuan kita semua yang telah diciptakan oleh Tuhan , yaitu Surga .

Pengakuan sebagai umat beragamapun yang telah patuh terhadap ajaranya kerap kali sebagai alasan tindakan kekerasan bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang. Banyak pelaku kekerasan seperti tersebut menyatakan ini masalah iman, masalah Tuhan atau masalah kebenaran (kebenaran yang ditafsirkan manusia itu sendiri).
untuk menghadapi ini semua haruskah kita pun menjadi serigala ? atau hanya diam dan menjadi domba yang berada di tengah-tengah gerombolan para serigala lapar ?

Negara menurut teori Thomas Hobbes dibutuhkan untuk mencegah kesewenang-wenangan pihak yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan terhadap rakyat yang lemah. Hobbes menilai bahwa negara dibutuhkan perannya yang besar agar mampu mencegah adanya “homo homini lupus” atau manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya. Hobbes memunculkan teori ini karena di masanya ia melihat adanya kesewenang-wenangan terhadap golongan yang lemah, sehingga perlu adanya peran negara untuk mencegah ini.

Apa yang telah dikemukakan oleh Thomas Hobbes masih sangat relevan dengan kondisi Aceh saat ini. Masa konflik atau saat diberlakukannya Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh, merupakan masa yang paling suram terhadap supremasi hukum di Indonesia. Masa ini merupakan masa terjadinya pelanggaran HAM baik itu pelanggaran Hak-hak sipil dan Politik (Sipol) maupun pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (Ekosob). Penghilangan nyawa secara paksa, pembunuhan diluar prosedur hukum, dan penyiksaan adalah telah dilanggarnya Hak-hak Sipil dan Politik.

Namun di balik itu, ternyata situasi konflik telah dimanfaatkan oleh golongan yang berwatak kapitalis untuk melangsungkan kepentingan ekonominya. berbagai macam dalih dan alasan yang digunakan untuk meloloskan kepentingannya. Dengan dalih Developmentalisme, situasi konflik makin memuluskan kepentingan mereka untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya.
Dengan memanfaatkan birokrasi dan kekuatan bekingan, golongan kapitalis yang berwujud dalam simbol perusahaan, telah menjadikan Aceh sebagai lahan eksploitasi yang sangat strategis. Tidak peduli prosedur hukum dan kemanusiaan, yang terpenting hasrat untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya harus bisa diwujudkan. Itulah kekejaman, keburukan dan kejelekan dari kapitalisme yang saat ini bermetamorfosis dengan berbagai bentuk yang lainnya.

Penyerobotan tanah dan upaya pengambilan tanah secara paksa dari masyarakat ternyata persoalan yang sudah lumrah terjadi di masa konflik. Masyarakat yang sadar untuk membela hak-haknya, namun apa daya, masyarakat terpaksa harus diam dan pasrah menerima realitas yang terjadi. Lantas di manakah para pejuang demokrasi dan pegiat HAM saat itu? Jawabannya kembali dengan sebuah pertanyaan, siapa yang sanggup menghadapi kekuatan bedil dan kekuatan birokrasi yang terstruktur? jawabannya adalah ajal akan menjemput bagi siapa saja yang berani untuk menghadang.

Wal hasil, kapitalis semakin tidak ada hambatan lagi untuk untuk melakukan eksploitasi ekonominya di Aceh. Kekuatan-kekuatan pemrotes, kekuatan-kekuatan penghambat lainnya mampu dibungkam dengan aliran dana untuk membela dan melanggengkan kepentingan mereka.

Adanya Akademisi, adanya aktivis HAM dan tokoh-tokoh yang memiliki idealisme juga tidak bisa berbuat banyak terhadap realitas yang terjadi. Ibarat tikus dalam mulut ular, meronta-ronta namun tetap jua tidak berhasil melepaskan diri. Pelanggaran HAM terus berlangsung selama 10 tahun di Aceh.

Tatkala rezim yang paling ditakuti hancur, sesaat itulah riak-riak perlawanan dikumandangkan. Saat itulah mulai muncul keberanian rakyat untuk menyuarakan berbagai kebobrokan, kebohongan dan kekejaman rezim yang berkuasa. Rakyat kemudian menghendaki adanya perubahan yang signifikan.

Rezim otoritarian telah berganti, namun kita tidaklah harus hidup dalam euforia yang berkepanjangan. Masih banyak pekerjaan, masih banyak hal yang harus dirubah. Perubahan tidak akan datang dengan hanya berharap turun dari langit, perubahan perlu kita lakukan. Teringat dalam sebuah ayat Al-Quran yang berbunyi “tidaklah Kami ubah nasib sesuatu kaum, sebelum mereka sendiri yang mengubahnya.”

Saat ini Aceh telah damai, tentunya banyak yang selalu mengatakan Aceh telah damai, jadi lupakan semua kejadian di masa konflik karena bila diingat akan berpotensi kembali terjadinya konflik. Rasa-rasanya ada benar juga apa yang dikatakan oleh mereka itu. Namun, perlu kita kritisi kembali sebenarnya bagaimana konsep melanggengkan perdamaian itu? Teringat pada sebuah buku yang pernah saya baca dengan Judul “Pantat Bangsaku”, dalam buku itu tersirat bahwa bangsa Indonesia dengan mudahnya melupakan sejarah kekejaman masa lalu dan sejarah bobroknya pemerintahan. Semenjak membaca buku itu saya kembali teringat haruskah saya melupakan kekejaman yang terjadi di masa lalu?

Aceh yang masyarakatnya sangat kental dengan Syariat Islam. Masyarakat Aceh sangat akrab dengan kitab-kitab kuning. Dalam masa duduk di pesantren tradisional, selalu terngiang-ngiang akan hukum Islam terkait dengan pembunuhan. Dijelaskan oleh Teungku (guru ngaji) bahwa hukum membunuh dalam Islam adalah nyawa dibayar dengan nyawa kecuali bagi pihak korban/ahli waris mau menerima damai dengan syarat dibayarnya diyat (ganti kerugian). Komisi Kebenaran dan rekonsiliasi (KKR) yang bertugas untuk mencari kebenaran dan rekonsiliasi serta Pengadilan HAM yang bertugas untuk memeriksa dan mengadili pelanggaran HAM di Aceh, akan dibentuk secara khusus sesuai dengan amanah UU No.11 Tahun 2006. Namun bagaimana nasib UU KKR setelah dijudicial review oleh Mahkamah Konstitusi? semuanya belum ada kepastian hukum terhadap dua lembaga tersebut yang akan dibentuk di Aceh. Badan Reintegrasi Aceh (BRA) yang mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan persoalan integrasi, dalam prakteknya juga menuai berbagai masalah.
NAMA : MOCHAMAD CAHYO ARIFIN
KELAS : 1KA21
NPM : 14110432
TUGAS ILMU SOSIAL DASAR

WE KNOW NOTHING AND WE KNOW ALL THING


WE KNOW NOTHING AND WE KNOW ALL THING
Apakah anda pernah mendengar We Know Nothing atau We Know All Thing? We KnowNothing dalam bahasa Indonesia artinya adalah kita tidak mengerti apapun.  Berbeda apabila anda We Know All Thing yang artinya adalah kita tahu segalanya. Apabila kita sudah tahu segalanya, kita tidak akan mencari tahu tentang suatu apapun. Dan kita tidak akan mencoba hal-hal yang baru.

Saya sendiri merasa bahwa tidak mengetahui apapun dan harus masih mencari tahu tentang sesuatu, pengetahuan dan hal-hal baru di dunia ini yang jumlahnya tak terbatas. Sebelumnya saya akan membahas tentang makna kalimat tersebut, apakah anda pernah membayangkan apabila anda menjadi orang yang berpikiran bahwa anda adalah seseorang yang tidak mengetahui apapun? Maka apa yang akan terjadi dengan orang di sekitar anda? Contohnya, anda adalah seorang pelajar yang tidak mengetahui apapun maka anda akan bertanya atau mencari tahu hal-hal yang belum anda ketahui.

Dalam menggali ilmu biasanya langsung berfikir tentang sekolah padahal menggali ilmu di bagi menjadi 2, yaitu formal dan informal:

- Pendidikan formal: merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi.

- Pendidikan informal: paling banyak pada terdapat pada usia dini, serta pendidikan dasar adalah TPA atau tempat pendidikan Al – Quran, yang banyak terdapat di mesjid dan sekolah minggu yang terdapat di gereja. Selain itu juga terdapat berbagai kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan belajar dan sebagainya.

Dalam dunia yang terus berkembang, kita di tuntut untuk terus belajar dan menggali ilmu atau informasi. Banyak cara yang bisa kita lakukan dalam menggali informasi itu dengan cara membaca, bergaul, bermain dan sebagainya. Kita harus membuka wawasan ke lingkungan sekitar, kita harus membuka mata dan telinga apa yang ada di sekitar kita karena apa yang kita dapatkan di sekolah atau di kuliah tidak akan berguna apabila kita tidak mengaplikasikannya di masyarakat. Di era globalisasi ini memang setiap individu di tuntut untuk kreatif, tentunya kekreatifan ini di dapat dari masyarakat. Berbeda jika orang yang menutup telinga dan mata akan apa yang terjadi di masyarakat tidak akan pernah berkembang. Maksudnya menutup telinga dan mata pada kalimat tersebut adalah tidak mau mencari informasi dari lingkungan sekitar, baik dari dunia nyata maupun dunia maya.

Belajar untuk hidup dan hidup untuk belajar adalah kata yang mempunyai makna sama yang intinya sebagai manusia yang mempunyai akal pikiran akan terus menerus belajar karena ilmu itu tidak akan habisnya.

Tanpa belajar orang tidak akan mungkin bisa hidup, orang yang tanpa ilmu tentu tidak akan ada gunanya, tidak pula ada harganya karena dari seberapa ilmu yang kita punya disitulah kita di hargai. Belajar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa. Belajar pada umumnya di lakukan di sekolah maupun di kampus. Belajar juga dapat di lakukan di rumah, baik dengan PR ataupun tidak. Belajar yang di lakukan dengan terburu-buru dan waktu yang sedikit mengakibatkan dampak yang tidak baik.

SMA Tokyo adalah SMA yang yang level menengah ke atas. SMA Tokyo berdiri pada tahun 1960 sama halnya dengan sekolah-sekolah lainnya di Jepang. Sekolah itu mempunyai fasilitas yang cukup lengkap. SMA Tokyo adalah sekolah yang menganut system full time course dengan waktu belajar adalah dari hari senin sampai hari jumat. Sekolah itu bertujuan untuk mengarahkan lulusannya ke perguruan tinggi. Ada 1500 siswa di SMA Tokyo, terdiri dari 50 kelas masing-masing kelas terdiri dari 30 siswa. Mereka semua di ajar oleh 100 guru tetap dan 30 guru honorer. Sama dengan SMA lainnya di Jepang, jam pertama masuk jam 09.00 sampai jam 15.00. ada 31 pelajaran selama 5 hari, masing-masing hari ada 6 jam kecuali pada hari rabu terdapat 7 jam pelajaran. Satu jam pelajaran sekitar 50 menit.

Ciri khas SMA Tokyo adalah adanya reading session yang diselenggarakan untuk siswa kelas 1 dan kelas 2. pada kegiatan ini masing-masing kelas di anjurkan untuk memilih satu buku yang di diskusikan bersama di dalam kelas. Kegiatan ini di harapkan untuk memberikan pemahaman yang luas dan saling pengertian antar siswa dalam mengeluarkan pendapat mengapresiasikan pendapat dari orang lain.

SMA Tokyo juga telah menjalin hubungan dengan Sister School dengan Melbourne Girl School di Australia. Beban biaya program pertukaran siswa ditanggung sepenuhnya oleh orang tua murid dan program ini juga di tawarkan kepada siswanya. Oleh karena itu, program ini hanya dapat diikuti oleh keluarga yang mempunyai ekonomi lebih.

SMA Tokyo juga mengundang mahasiswa asing yang sedang belajar di berbagai universitas untuk memberikan informasi tentang negaranya kepada siswa-siswa melalui pertukaran budaya. Begitu beragamnya kegiatan belajar mengajar di Negara Jepang sehingga membuat jenuh dalam proses belajar. Hal tersebut sangatlah berbeda dengan Negara kita di Indonesia yang hanya itu-itu saja dan tidak bervariasi.

Sampai saat ini kita masih bermalas-malasan sekolah maupun kuliah. Mereka maupun saya juga terkadang berpikiran bahwa sekolah atau kuliah itu hanya cuma formalitasKarena setelah sekolah dan kuliah kita dituntut untuk bisa kerja. Sedangkan sekarang ini kita sering mendengar kisah orang sukses yang tingkat pendidikannya tidak tinggi. Mereka yang sukses mempunyai skill yang kuat. Mungkin skill mereka bukan di bidang akademis, tetapi di bidang lain. Mereka juga biasanya mempunyai niat dan usaha yang gigih. Sehingga perpaduan dari ilmu atau skill dan usaha akan menciptakan suatu kesuksesan.

Belajar tidak hanya lewat sekolah. Masih banyak tempat untuk dijadikan sebuah tempat untuk belajar, misalnya adalah pengalaman. Saat kita sukses, kita terus belajar belajar agar dapat mempertahankan kesuksesan. Disaat gagal, itu artinya kita harus belajar dan berusaha lebih keras lagi agar dapat apa yang kita capai. Orang kaya harus belajar berbagi kepada sesame. Sedangkan orang yang kurang mampu harus berusaha yang lebis keras lagi agar kebutuhannya tercukupi.

“Jika kau hanya melakukan apa yang kau tahu bisa kau kerjakan, kau tidak akan bisa berbuat lebih” – Tom Krause (1934)

Kalimat itu menjelaskan jika kita hanya melakukan apa yang kita bisa dan kita ketahui saja maka kita tidak akan mendapatkan hal yang baru dan hal yang berguna lainnya yang belum kita ketahui. Mencoba hal baru adalah hal yang dianjurkan dalam quotes ini, karena dengan mencoba hal baru dan belum pernah kita lakukan maka akan memberikan pengetahuan baru yang tentunya akan berguna utnuk masa depan kita nanti. Seperti yang kita ketahui pengalaman adalah guru yang paling baik, maka dari itu dengan mencoba berbagai hal kita akan mendapatkan pengalaman-pengalaman yang akan membuat kita semakin pintar dan semakin matang.

JANGAN TAKUT GAGAL

Bill Gates adalah orang terkaya di dunia selama 14 tahun berturut – turut . Kekayaan nya pada tahun 2009 mencapai US $ 58 milyar atau bisa dikatakan lebih besar dari cadangan devisa Negara Indonesia . Tapi apakah ia tidak pernah mengalami kegagalan ?

Banyak orang yang membicarakan tentang keberhasilannya , padahal ia juga mengalami banyak kegagalan di antara nya adalah :
- Pada tahun 1998 – 2001 Bill Gates meluncurkan Auto PC untuk merevolusi hiburan dalam mobil . Namun mobil – mobil sudah dilengkapi dengan berbagai macam CD – Player , GPS , dan sebagainya sehingga produknya tidak diminati .
- Pada 1995 – 1996 Bill Gates meluncurkan program BOB namun sayangnya program tersebut membutuhkan kinerja lebih banyak dari yang dimiliki oleh kebanyakan computer yang ada pada masa itu dan pasar pun tidak menerimanya .
- Pada tahun 1991 Bill Gates merancang program CAIRO dan setelah menghabiskan banyak uang dan waktu akhirnya CAIRO dibatalkan .
- Bill Gates membuat sebuah took music online MSN music pada tahun 2004 kemudian gagal lalu dibuat lagi UGRE pada tahun 2006 dan kemudian gagal juga .
- Program origami / UMPC yang dirilis pada tahun 2006 juga pernah gagal dipasarkan .

Bill Gates menunjukkan orang yang berkali – kali gagal saja bisa menjadi orang terkaya di dunia . Kegagalan dan kesuksesan terkadang berjalan secara pararel . Kita bisa mengalami kegagalan dan keberhasilan dalam waktu yang bersamaan .
Orang sukses adalah orang yang mampu bangkit dari kegagalan , bukannya orang yang tidak pernah mengalami kegagalan sama sekali . Kebanyakan orang sukses memang seperti itu , meski tidak semua orang sukses melalui jalan penderitaan dan kegagalan . Meskipun demikian kesuksesan sebuah usaha membutuhkan perjuangan yang tidak pernah mengenal lelah .

Saya pernah mendengar seseorang yang mengatakan bahwa kita harus meniru seekor ulat. Mungkin bagi sebagian orang, ulat adalah binatang yang menjijikan. Tapi kita tahu ulat akan melewati suatu proses yang disebut metamorfosis yang akan mengubah dirinya menjadi kupu-kupu. Begitulah seharusnya kita. Hidup itu harus ada perubahan. Jika dulu kita adalah seekor ulat, maka kita harus melalui proses metamorfosis agar kita bisa menjadi kupu-kupu. Jika diibaratkan sebuah computer, kita harus melakukan upgrade setiap ada update terbaru dari sebuah aplikasi. Fungsinya adalah agar kita bisa merasakan fitur terbaru dari aplikasi tersebut. Kita juga bisa membandingkan antara veri yang lama dengan versi yang baru.

Tidak ada kata berhenti untuk belajar dalam hidup ini. Karena hidup dan kehidupan terus berjalan. Apa yang menimpa, apa yang terjadi dan apa yang sudah menjadi “bubu” itu semua pasti ada hikmahnya. Bahkan dalam islam ada sebuah tuntutan yang disampaikan oleh Rasul kita nabi Muhammad SAW. Dengan hadistnya yang artinya adalah “Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun muslimah)” (HR. Ibnu Majah). Kenapa tidak boleh berhenti belajar? Dengan belajar kita akan tahu antara yang boleh dengan yang tidak boleh.

Memang sekolah-sekolah formal sudah kita laksanakan tapi yang namanya belajar bukan cuma formal saja. Bahkan makan saja kita harus belajar. Bagaimana adab orang makan, bagaimana doa mau makan, bagaimana doa setelah makan dan lain-lain.

Renungan tentang “belajar” yang dipetik dari Hadits (dari Buku Pintar Hadits, Syamsul Rijal Harid, BIP, Agustus 2008):
201: Tidak pantas bagi orang bodoh mendiamkan kebodohannya.
202: Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.
204: Jika engkau pergi lalu mempelajarinya suatu bab ilmu yang dapat diamalkan adalah lebih baik bagimu dibandingkan sholat seribu roka’at.
205: Belajar ilmu itu menghapus dosa-dosa besar dan belajar Al Qur-an itu menambah pengertian akan agama.
206: Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Alloh mempermudah baginya suatu jalan menuju surga.
Renungan tentang “belajar” dari bab Lun Yu yang membuat saya kurang mengerti:
Bab 14 pasal 24: Dahulu belajar untuk meningkatkan diri sendiri. Sekarang belajar untuk memperlihatkannya kepada orang lain.
Bab 8 pasal 9: Rakyat hanya melaksanakan apa yang boleh dilakukannya dan tidak boleh mengetahui apa yang boleh diketahuinya.

Menjadi manusia utuh, disadari atau tidak, menjadi cita-cita kita. Aristoteles, di samping Plato, filosofi yunani terbesar, menawarkan itu: Jalan untuk menjadi utuh. Barangkali kita ragu apakah seorang pemikir yang hidup 2300 tahun yang lalu masih dapat menunjukkan suatu jalan bagi kita, manusia abad ke 21. Tetapi Aristoteles, bersama plato, sampai hari ini menjadi acuan pemikiran para filosofi. Pernah, selama seribu tahun, Aristoteles agak dilupakan. Yang menemukan kembali adalah para filosof Islam, terutama Ibn Rushd (1126 – 1198), sang bijak dari Cordova. Dari Ibn Rushd, Aristoteles dikenalkan ke Eropa abad pertengahan dimana Thomas Aquinas (1225-1274) menjadikan dasar system filosofinya. Sejak itu Aristoteles dikenal sebagai “sang filosof”.

Aristoteles adalah filosof Yunani pertama yang menulis sebuah “etika”. Tulisan dengan tujuan agar manusia hidup dengan bijaksana. Gagasan dasar Aristoteles adalah bahwa manusia hidup dengan bijaksana semakin ia mengembangkan diri secara utuh. Dan itu di capai dengan memperlihatkan bagaimana manusia dapat mengembangkan diri, dapat membuat potensi-potensinya menjadi nyata, dan bagaimana karena itu ia menjadi pribadi yang kuat. Menjadi pribadi yang kuat berarti berhasil dalam kehidupan sebagai manusia.

Menurut Aristoteles, setiap tindakan manusia pasti memiliki tujuan tertentu. Ada dua macam tujuan: tujuan sementara dan tujuan akhir. Tujuan sementara hanyalah sarana untuk tujuan lebih lanjut. Tujuan akhir adalah tujuan yang tidak kita cari demi tujuan lebih lanjut, melainkan untuk diri sendiri, tujuan yang kalau tercapai, mestinya tidak ada lagi yang masih diminati selebihnya. Jawaban yang diberikan Aristoteles untuk tujuan akhir ini menjadi sangat berarti dalam sejarah etika selanjutnya, yaitu: kebahagiaan! Kalau seseorang sudah bahagia, tidak ada yang masih diinginkan.

Dua pengertian yang paling penting adalah bahwa hidup secara moral membuat manusia bahagia, dan bahwa kebahagiaan tidak diperoleh dengan malas-malas hanya ingin menikmati segala hal enak, melainkan dengan secara aktif mengembangkan diri dalam dimensi yang hakiki bagi manusia.

BELAJAR YANG BAIK

Pertama, Niat dan berdoa.
Kalau tidak ada niat, belajar sekeras apapun tidak ada gunanya. Berdoalah kepada Tuhan YME agar proses belajar dapat dimudahkan oleh-Nya.

Kedua, Membaca.
Kamu harus rajin membaca, karena dengan membaca,
wawasan kita akan bertambah luas.

Ketiga, Selalu membuat ringkasan pelajaran.
Bagian-bagian penting dari pelajaran sebaiknya dibuat catatan di kertas atau buku kecil yang dapat dibawa kemana-mana, sehingga dapat dibaca di mana pun kita berada.

Keempat, Rajin mengulang pelajaran.
Jangan bosan mengulang apa yang baru saja dipelajari, sehingga diharapkan hal yang sudah dipelajari selalu tersimpan di ingatan kita.

Kelima, Belajar dengan serius dan tekun.
Ketika belajar di kelas dengarkan dan catat apa yang guru jelaskan. Catat yang penting karena bisa saja hal tersebut tidak ada di buku dan nanti akan keluar saat ulangan atau ujian.

Keenam, Hindari belajar berlebihan.
Bila menjelang ujian, biasanya para pelajar belajar semalam suntuk alias sistem SKS (sistem kebut semalam). Cara seperti ini sebaiknya dihindari, karena pelajaran yang kamu pelajari pun tidak akan masuk sepenuhnya dan dapat merusak kesehatan juga. Justru, bila esok harinya kamu akan ujian, ada baiknya kamu tidur tepat waktu.

Ketujuh, Aktiflah dalam bertanya.
Jika ada hal yang belum jelas, maka tanyakanlah kepada guru, teman atau orang tua. Semakin banyak bertanya, maka kita akan selalu ingat dengan jawabannya.

Kedelapan, Belajar kelompok.
Belajar kelompok juga merupakan kegiatan belajar yang menyenangkan. Dengan adanya teman, acara belajar kamu jadi lebih semangat dan bisa sama-sama mencari jawaban dari soal yang paling sulit sekalipun.

Berikut ini contoh cara agar belajar di bangku kuliah:

1. Ketahui dan baca buku referensi yang ditunjukkan dosen kita. Baca buku referensi minimal dua kali agar isi buku itu benar-benar Anda pahami. Buku referensi biasanya juga akan disampikan oleh dosen dalam kuliahnya dan juga yang akan keluar ketika ujian.
2. Dengarkan kuliah dosen walau membosankan. Jangan tergoda untuk asyik sendiri ketika jam kuliah. Catat juga apa yang disampaikan dosen. Biasanya apa yang disampaikan dosen akan keluar ketika ujian.

3. Bentuk kelompok belajar yang anggotanya memang serius untuk belajar dan membagi ilmu di antara mereka. Dengan membentuk kelompok belajar, pemahaman dan wawasan kita tentang sesuatu topik akan lebih matang dan mendalam.

4. Bagi SKS yang Anda ambil dalam setiap semester secara seimbang dalam jumlah dan tingkat kesulitan. Jangan hanya mengambil pelajaran yang mudah saja atau sebaliknya sulit semua dalam satu semester. Hal ini agar tingkat stres kita merata, tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi dalam semester tertentu yang membuat akhirnya irama belajar kita menjadi tidak konstan.
5. Biasakan belajar rutin. Tidak peduli ada atau tidak ada ujian. Jangan belajar dengan SKS (Sistem Kebut Semalam). Selain meningkatkan stres, SKS membuat ilmu yang kita pelajari menjadi dangkal dan sulit dipahami.

6. Jangan lupa untuk menjaga hubungan baik dengan dosen (tetapi tidak perlu sampai menjilat). Kadangkala dosen memberikan nilai berdasarkan subyektivitas tertentu. Salah satunya dari ia mengenal mahasiswanya atau tidak. Dosen yang mengenal mahasiswanya akan lebih tidak tega untuk memberikan nilai jelek.

7. Jangan tergoda untuk menyontek walau Anda tidak bisa mengerjakan ujian atau tugas yang diberikan dosen. Menyontek hanya akan menumbuhkan mental pengecut dan pecundang. Membuat kita malas belajar karena terbiasa mengambil jalan pintas(menyontek). Apalagi jika ketahuan, citra kita di mata dosen dan mahasiswa lainnya akan hancur.

Hidup tanpa ilmu bagaikan kapal tanpa nahkoda, tidak jelas arah tujuannya, kita akan terombang-ambing di tengah luasnya samudera. Sungguhlah sangat mustahil menjalani kehidupan tanpa bekal ilmu sedikitpun. Kita akan mudah di bodohi orang, dimanfaatkan orang dan hal tidak enak lainnya yang menyebabkan kita terus berada pada posisi dibawah. Lepas dari belenggu kebodohan, itulah makna sesungguhnya dari proses belajar.

ANJURAN MENCARI ILMU, BELAJAR DAN MENGAJARKANNYA SERTA KEUTAMAAN ILMU, ORANG ‘ALIM DAN ORANG YANG BELAJAR


Rosulullah Saw bersabda, “Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Dia akan memberikan kepahaman agama kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rosulullah Saw bersabda, “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, dan orang yang meletakkan ilmu pada selain yang ahlinya bagaikan menggantungkan permata mutiara dan emas pada babi hutan.” (HR. Ibnu Majah dan lainnya)

Keterangan:

Mencari ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam, pria maupun wanita. Kewajibannya tidak terbatas pada masa remaja, tetapi sampai tua pun kewajiban mencari ilmu tidak pernah berhenti.

Dalam kitab “Ta’limul Muta’allim” disebutkan bahwa ilmu yang wajib dituntut terlebih dahulu adalah “ilmu Haal” yaitu ilmu yang seketika itu pasti digunakan dan diamalkan bagi setiap orang yang sudah baligh. Seperti ilmu Tauhid dan ilmu Fiqih. Di dalam ilmu Tauhid yang harus dipelajari dahulu mengenal ke-Esaan Allah serta sifat-sifat-Nya yang wajib dan muhal, kepercayaan kepada malaikat, kitab-kitab Allah, para Rosul, hari kiamat dan takdir dan buruk adalah dari Allah. Kemudian di dalam ilmu Fiqih yang harus dipelajari berkisar tentang Ubudiyyah dan Muamalah.

Apabila dua bidang ilmu itu telah dikuasai, baru mempelajari ilmu-ilmu lainnya, misalnya ilmu kedokteran, dan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi manusia.

Kadang-kadang orang lupa dalam mendidik anaknya, sehingga lebih mengutamakan ilmu-ilmu umum daripada ilmu agama. Maka anak menjadi orang yang buta agama dan menyepelekan kewajiban-kewajiban agamanya. Dalam hal ini orang tua perlu sekali memberikan bekal ilmu keagamaan sebelum anaknya mempelajari ilmu-ilmu umum yang beraneka ragam macamnya.

Rosulullah Saw bersabda, “Terhadap orang yang mencari ilmu, malaikat membentangkan sayap-sayapnya untuknya karena rela terhadap apa yang dicari.” (HR. Ibnu Asakir)

Rosulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang kedatangan ajal, sedang ia masih menuntut ilmu, maka ia akan bertemu dengan Allah di mana tidak ada jarak antara dia dan antara para nabi kecuali satu derajat kenabian.” (HR. Thabrani)

Keterangan:

Mencari ilmu adalah amal yang mulia dan terpuji. Khususnya ilmu agama Islam. Sebab, dengan menekuni ilmu-ilmu agama, berarti dia telah merintis jalan untuk mencari ridho Allah. Dengan ilmu itu ia dapat menghindari larangan-larangan Allah dan menjalankan perintah-Nya. Karena itulah para malaikat selalu melindungi orang-orang yang sedang menuntut ilmu. Dan kelak di hadapan Allah mereka mendapat kemuliaan yang hanya terpaut satu derajat dengan para nabi.

Rosulullah Saw bersabda, “Dunia itu dilaknat, dan dilaknat pula apa yang ada di dalamnya kecuali zikir (ingat) kepada Allah beserta apa-apa yang mengikutinya, orang ‘alim dan orang yang belajar.” (HR. Turmudzi)

Rosulullah Saw bersabda, “Sedekah yang paling utama adalah orang Islam yang belajar suatu ilmu kemudian diajarkan ilmu itu kepada orang lain.” (HR. Ibnu Majah)

Keterangan:

Dunia beserta isinya dilaknat oleh Allah kecuali zikir kepada-Nya dan amalan-amalan yang bisa membuat orang ingat kepada-Nya, orang yang berilmu dan orang yang menuntut ilmu. Lebih utama lagi orang yang mau menuntut ilmu kemudian ilmu itu diajarkan kepada orang lain. Inilah sedekah yang paling utama dibanding sedekah harta benda. Mengapa demikian ? Karena mengajarkan ilmu, khususnya ilmu agama, berarti menanam amal yang muta’addi (dapat berkembang) yang manfaatnya bukan hanya dikenyam orang yang diajarkan itu sendiri, tetapi dapat dinikmati orang lain

Rosulullah Saw bersabda, “Ilmu itu lebih utama dari pada ibadah, sedang sebaik- baik agama adalah sifat waro’. ” (HR. Thabrani)

NAMA : MOCHAMAD CAHYO ARIFIN
KELAS  : 1KA21
NPM   : 14110432
TUGAS ILMU SOSIAL DASAR